Terjadi perceraian antara saya dan isteri saya beberapa waktu lalu. Lalu kami melakukan akad baru lagi, akan tetapi tidak didepan petugas nikah resmi. Dia pergi ke orang tuanya disaksikan oleh dua orang saksi. Lalu aku katakana kepada walinya, “Nikahkan aku dengan puterimu sebagaimana telah lalu, kami tidak sebutkan mahar. Yang aku maksud dengan ucapan sebagaimana telah lalu, maksudnya pada masa pertama berdasarkan mahar yang telah disebutkan. Lalu sang bapak berkata, “Aku terima.” Lalu terjadilah pernikahan, aku sampaikan kepadanya bahwa mahar yang baru seperti pada pernikahan pertama. Sedangkan mahar yang lalu masih dalam tanggungan saya, akhirnya orang tuanya merelakan hal tersebut bagi saya, begitupula puterinya yang menjadi isteri saya sekarang, merelakannya.
Pertanyaan saya adalah, “Apakah ucapan saya kepadanya, ‘nikahkan saya dengan puterimu sebagaimana telah lalu’ lalu ucapan dia, ‘Aku terima.’ Apakah hal tersebut sudah cukup disebut sebagai sighat akad nikah? Ataukah harus dimulai dengan ucapnnya, ‘Aku nikahkan engkau dengna puteriku,’ lalu saya menjawab, ‘Aku terima.’? Atau bagaimana?
Apakah Sah Akad Nikah Jika Qabul Didahulukan Daripada Ijab
Pertanyaan: 194031
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Jika qabul (perkataan suami) lebih dahulu dari ijab (perkataan wali wanita), maka pernikahan tersebut sah menurut jumhur ulama. Berbeda dengan pendapat ulama kalangan mazhab Hambali. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika qabul lebih dahulu dari ijab, maka tidak sah. Sama saja, apakah dengan redaksi yang telah lalu, seperti mengatakan, ‘Aku telah menikahi puterimu.’ Lalu dia berkata, ‘Aku nikahkan engkau.’ Atau dengan redaksi permintaan, seperti dia mengucapkan, ‘Nikahkan aku dengan puterimu.’ Lalu dia bilang, “Aku nikahkan engkau dengannya.”
Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafii berkata, “Sah pernikahan dalam kedua kasus tersebut. Karena ijab qabul telah ada, maka dianggap sah sebagaimana halnya jika ijab lebih dahulu.” (Al-Mughni, 7/61)
Di antara dalil-dalil tentang sahnya pendapat jumhur adalah riwayat Bukhari dalam Shahihnya, no. 5029, dari Abu Hazim dari Sahl bin Saad, dia berkata, “Seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu berkata bahwa dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Lalu beliau berkata, “Saya tidak membutuhkan wanita ini.’ Lalu berkatalah seseorang, “Nikahkan aku dengannya.” Maka beliau berkata, “Apa yang kamu hafal dari Al-Quran.” Dia berkata, “(Surat) ini dan ini.” Maka beliau berkata, “Aku nikahkan engkau dengannya dengan beberapa (surat) Al-Quran yang engkau hafal.”.
Imam Buhkari mencantumkan hadits ini dalam bab “Jika pelamar berkata kepada wali, nikahi aku dengan fulanah, lalu wali berkata, ‘Aku nikahkan engkau dengan ini dan ini,’ maka pernikahan itu dibolehkan, walaupun dia tidak berkata kepada suami, ‘Apakah engkau ridha atau menerima?”
Imam Badruddin Al-Aini rahimahullah berkata ketika menyebutkan pelajaran-pelajaran dari hadits ini,
Kedelapan, “Hadits ini menunjukkan sahnya pernikahan dengan meminta ijab, walaupun setelah ijab tidak ada qabul.”
(Syarh Shahih Bukhari. Lihat Assyarhul Mumti’, 12/45)
Kesimpulan, akad anda dengan wanita tersebut dianggap sah menurut jumhur ulama, yaitu pendapat yang benar dalam masalah ini. Tidak ada alasan untuk meragukannya.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam