Saya seorang gadis yang berusia 20 tahun, saat ini saya masih kuliah di fakultas syari’ah, saya berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik, satu bulan yang lalu ada seorang pemuda berkenalan dengan saya melalui media sosial facebook, setelah itu dia pun telah mengenal bapak saya dalam waktu singkat, lantas bapak saya mengharamkan HP dan internet kepada saya. Setelah saya mulai masuk kuliah lagi, pemuda tersebut meminta kepada saya nomor HP bapak saya, saya pun memberinya. Dia pun akhirnya menghubungi bapak saya via telepon dan meminta maaf kepadanya. Bapak saya berkata: “Sungguh ayah manapun tidak akan rela jika anak perempuannya diperlakukan seperti itu”. Bapak saya pun memarahinya dan menjelaskan bahwa seharusnya pemuda tersebut masuk melalui pintu yang seharusnya. Pemuda tersebut pun menjawab bahwa dirinya siap dengan segala resiko dari pelanggaran tersebut. Setelah itu bapak saya mulai menanyakan data pribadinya dan namanya, saya dan dia berasal dari negara Arab yang berbeda, dia sekarang tinggal di negara Arab teluk, saya di negara Arab teluk yang lain, kemiripan kami adalah sama-sama dari keluarga salafi. Pemuda tersebut memberi nomor HP ibunya dan saudari perempuannya yang berada di negaranya, akhirnya saya pun berbincang dengan mereka, saya menangkap rasa kasih sayang, penghormatan dan penyambutan yang hangat dari percakapan tersebut. Saya ingin anda memberikan masukan kepada saya dan bapak saya mengenai pemuda tersebut; karena dalam diri saya ada perasaan cinta kepadanya. Dia berkata kepadaku bahwa dirinya ingin melanjutkan keterikatan hubungan tersebut; karena sejak tiga hari yang lalu kami membicarakan tentang lingkungan kami, pada saat dia mengetahui bahwa saya seorang hafidzah dan berasal dari keluarga yang berkomitmen kepada agama, ia pun ingin melanjutkan hubungan kami ke jenjang pernikahan, dia sekarang berusia 28 tahun. Bapak saya menyarankan untuk meminta saran dari anda agar anda memberikan masukan kepada saya, karena bapak saya sedikit ragu, dan berkata kepada saya bahwa meskipun anda berkata ia akan berkomitmen kepadanya dan merestuinya; karena ia tidak mementingkan kecuali dari sisi agamanya, meskipun yang anda katakan itu bertentangan dengan hawa nafsu dan adat istiadatnya.
Ingin Meminta Pendapat Mengenai Pernikahan
Pertanyaan: 198860
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Nampaknya kami perlu memperingatkan tentang awal kesalahan anda sebelumnya, yaitu; dengan membuka diri kepada pemuda asing (yang bukan mahram) melalui percakapan. Kesalahan anda adalah sejak awal anda menerima pertemanan (face book) pemuda asing tersebut. Secara syar’i kami belum memahami dan bisa diterima jika seorang gadis muslimah menambahkan seorang pemuda dalam pertemanan pribadi atau akunnya (di media sosialnya), baik dari kalangan umum atau dari kalangan para ulama. Akan tetapi bisa jadi memang ada rukhshah (keringanan) bagi seorang muslimah dalam masalah tersebut dan menambahkan orang yang tidak dikenalnya, dengan syarat harus aman dari fitnah dan tidak boleh terjadi percakapan atau saling mengirim pesan, kecuali pada kondisi yang mendesak dengan tetap memperhatikan syarat di atas, yaitu; aman dari fitnah dan tidak ada keterikatan emosional secara pribadi.
Mungkin kami tidak perlu menentukan, karena anda telah menyebutkan tentang pemuda tersebut dan percakapannya, ia pun datang dan menemui anda juga. Tidaklah ada seorang gadis dari lingkungan yang berkomitmen kuat terhadap agamanya, keluarga terhormat, seperti keluarga anda mau diperlakukan seperti itu atau menerimanya dihadapan keluarganya.
Kami di sini hanya mengingatkan bahwa kesalahannya sebenarnya bukan terletak pada proses yang menyelisihi adat istiadat dan kebiasaan dari sebuah keluarga yang terhormat, hal tersebut meskipun merupakan perkara yang luas namun akan menjadi lebih ringan dari pada menyelisihi syari’ah. Akan tetapi jika anda dan pemuda tersebut merasakan bahwa anda berdua telah menyelisihi syari’at, dan bermaksiat kepada Allah –jalla jalaaluh- pada saat anda berdua membuka pintu perjodohan sendiri, baik maksiat dalam bentuk kecil maupun yang besar, maka menjadi kewajiban anda berdua sekarang adalah bertaubat kepada Allah –‘azza wa jalla- dan menutup pintu tersebut selamanya dan kalau perlu sampai meninggalkan interaksi dengan media sosial dan internet. Maka lakukanlah mulai anda sendiri, karena menjaga agama tentu lebih di dahulukan dari pada yang lainya. Keuntungan apa yang akan didapat kalau ia mendapatkan kerugian agama atau sebagiannya..!? tidak ada…!!
Kemudian apa yang terlantar dari urusan dunia dan kecenderungan hawa nafsu, jika anda mampu menjaga urusan agama anda !? tidak ada !!
Kedua:
Sebaiknya kita bedakan antara dua hal yang penting:
1.Apa saja yang dibolehkan oleh syari’at ?
2.Apa yang diminta oleh syari’at untuk dijaga dan dipelihara ?
Adapun yang dibolehkan oleh syari’at adalah:
Seorang laki-laki boleh menikahi wanita karena kecantikannya, hal itu tidak diharamkan, tidak makruh juga tidak tercela. Ia juga boleh menikahi wanita karena dari mempunyai nasab yang tinggi, mempunyai kedudukan atau kaya atau wanita yang direkomendasikan…atau yang lainnya dari banyak tujuan manusia di dalam memilih pasangan hidupnya.
Akan tetapi hendaknya manusia memperhatikan perkara yang agung yang harus menjadi prioritas, yaitu; masalah agama; oleh karena itu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا ، وَلِحَسَبِهَا ، وَجَمَالِهَا ، وَلِدِينِهَا ؛ فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) رواه البخاري (5090) ومسلم (1466(
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka raihah keberuntugan dengan menikahi wanita yang taat beragama, maka anda menjadi tenang”. (HR. Bukhori (5090) dan Muslim (1466))
Maka jika kami ditanya:
Apakah dibolehkan dalam agama, jika seorang wanita menikahi laki-laki, seperti halnya pada kondisi di atas ?
Maka kami menjawab: Ya, karena bukanlah menjadi halangan syar’i perbedaan kebangsaan dan jauhnya jarak kedua mempelai dan tidak juga masuk dalam syarat sahya pernikahan.
Namun dibalik itu semua kami berkata bahwa syari’at tidak membolehkan seorang wanita menikahkan dirinya sendiri, akan tetapi syari’at meyuruh walinya untuk mengatur akad pernikahannya; karena dialah yang lebih mengetahui tentang maslahat pernikahan dan lebih mampu untuk memperhitungkan permasalahan yang terjadi juga mengetahui mana yang mengandung maslahat atau sebaliknya, dan lebih mampu mempertimbangkan karena tidak dibalut oleh perasaan, pendapat yang dangkal dan tergesa-gesa.
Bisa dilihat juga pada jawaban soal nomor: 2127
Ketiga:
Sedangkan terkait dengan masalah anda secara khusus dan apa yang anda dan wali anda minta dari kami tentang pendapat dan nasehat kami, maka kami akan berterus terang kepada anda wahai saudariku yang mulia:
Yang nampak bagi kami bahwa kesan tergesa-gesa itu berawal dari anda kemudian dari pihak bapak anda dalam memutuskan masalah penting seperti ini. Kami tidak menganggap tiga hari perkenalan anda itu menjadi waktu yang cukup untuk menyimpulkan gambaran yang detail tentang pemuda tersebut, meskipun anda sering melihatnya, berada dengan anda pada satu tempat yang sama, apalagi ta’aruf dilakukan melalui dunia maya yang lebih menjauhkan dari gambaran yang berimbang dan kesimpulan pendapat yang matang.
Kecenderungan dan perasaan anda kepada pemuda tersebut adalah hal yang wajar. Apa yang anda bayangkan jika seorang wanita bercakap dengan seorang pemuda, apakah anda menginginkan hati akan bergetar karena taqwa, takut atau malu ?, perasaan itu sangatlah wajar; yaitu; kecenderungan lawan jenis satu sama lain. Kecenderungan tersebut dalam bahasa syari’at dan orang-orang berakal adalah sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu tersebut yang akan memalingkan pemiliknya dari keseimbangan dalam menilai masalah dan melihat dari cara pandang yang benar. Hawa nafsu dengan segala macam arti yang terkandung di dalamnya memiliki makna yang tercela menurut kaca mata syari’at. Yang demikian itu tidak selayaknya menjadi dasar dalam pengambilan hukum yang benar dalam masalah yang penting sebagaimana yang anda tanyakan.
Sungguh kami membenarkan anda dari banyak pengalaman yang kami dengar atau yang ditujukan kepada kami, maka kami berpendapat kepada anda:
“Sesungguhnya pernikahan dari kebangsaan yang berbeda, berbeda lingkungan, kebiasaan dan adat istiadat akan menghawatirkan dan sulit dipercaya. Kemungkinan tidak sukses dalam mengarungi rumah tangga tidaklah sedikit. Bahkan prosentase kegagalan yang begitu banyak mengharuskan seorang yang cerdas untuk berfikir panjang sebelum melanjutkan pernikahannya.
Yang demikian itu jika kedua mempelai tinggal berdekatan dalam satu negara, misalnya keduanya bertemu di tempat perantauan atau salah satunya berasal dari luar negeri.
Apalagi jika kondisinya sebagaimana yang anda sebutkan di atas..!!, anda berasal dari negara tertentu dan pemuda yang anda belum anda temui tersebut berasal dari negara yang lain. Anda tinggal bersama keluarga anda pada negara tertentu, sedangkan dia tinggal dan bekerja di negara lain. Sungguh rumah tangga yang akan anda bina akan terhambat di antara keempat negara tersebut…!!
Kemudian dari sisi asal negaranya: Sesuai dengan realita yang kita ketahui bersama, dan tidak ada yang lebih mengetahui kecuali Allah. Kapan memungkinkan negaranya menjadi negara yang aman untuk tempat tinggal ?, apakah anda dan dia serta keluarga anda nantinya akan selamanya hidup di negara asing ?. Di negara manakah keterasingan tersebut yang kerenanya anda meninggalkan semua keluarga anda ?, Apakah dia akan mencari kerja di negara perantauan anda semua ?, atau anda yang pindah ke negara tempat dia bekerja dan merantau ?, dan apakah….apakah….yang lain….
Keluarganya yang anda ceritakan tidak menutup kemungkinan mereka menjadi dekat dengan anda berdu.
Ada banyak pertanyaan dan masalah yang akan dihadapi sebagaimana gambaran yang anda sebutkan. Kami membutuhkan waktu untuk memikirkan masalah anda, dan kami tidak mendapatkan motivasi yang benar dan kuat untuk mendukung petualangan ini kecuali keseimbangan dalam menilai masalah…!!
Nasehat kami kepada anda yang bisa jadi akan menyakitkan, dan mungkin tidak sebagaimana yang anda harapkan, akan tetapi agama itu adalah nasehat dan tidaklah seseorang itu beriman sampai ia mencintai saudaranya dalam hal kebaikan, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Anda masih terbilang kecil untuk menempuh jalannya proses pernikahan dan rumah tangga, maka janganlah menilai masalah pada kesan pertama dan kejadian yang bersifat spontan, karena ke depan bisa jadi akan sulit dan melelahkan menurut pandangan kami..
Dalam pandangan syari’at tidaklah haram hukumnya jika anda menikah dengan pemuda tersebut.
Ya, jika anda menginginkan jawaban dari kaca mata hukum halal atau haram…
Namun bukanlah termasuk kecerdasan, hikmah dan nasehat menurut pendapat kami untuk mengatakan kepada anda: “Selamat dan semoga pernikahan anda diberkahi”, padahal kami melihat di depan banyak rintangan, kami telah melewati pengalaman yang menjadikan kami harus ektra hati-hati dan berfikir sekian kali sebelum mengizinkan pernikahan tersebut apalagi mendorong dan menasehati untuk dilaksanakan.
Maka jika menurut anda dan bapak anda pendapat kami yang benar, maka janganlah ragu-ragu untuk segera memutuskan semua hubungan anda dengannya, bahkan kami lebih menyukai jika anda memutuskan juga hubungan dan perkenalan di dunia maya pada waktu yang cukup.
Namun jika anda menganggap sebaliknya, maka biarlah nasehat dan pendapat kami tentang masalah anda menjadi hasil ijtihad kami,
(…. وَمَا شَهِدْنَا إِلَّا بِمَا عَلِمْنَا وَمَا كُنَّا لِلْغَيْبِ حَافِظِينَ(
“ … dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui, dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang ghaib”. (QS. Yusuf: 81)
Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepada anda, dan melindungi anda dari keburukan nafsu anda, dan mentakdirkan kepada anda kebaikan dari manapun, dan menjadikan anda ridho dengan semua putusan-Nya.
Baca juga jawaban soal nomor: 82702, 176000 dan 130596
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait