Unduh
0 / 0
3571120/01/2014

Perempuan Yang Dilamar Meminta Kepada Si Pelamar Agar kelak Maharnya Berupa Hafalan Surat Al Mulk Dan Membacanya Setiap Sebelum Tidur. Apakah Hal Semacam Ini Dibolehkan ??

Pertanyaan: 205727

Perempuan yang saya lamar meminta agar kelak maharnya berupa hafalan surat Al Mulk, lalu membacanya disetiap malam bersama-sama sebelum tidur tentu saja hal ini sesudah kami menikah. Pertanyaan saya, Apakah mahar dengan gambaran semacam ini disyari’atkan? Dan adakah dalil-dalil dari As Sunnah? lalu apakah mahar itu akan menjadi batil apabila kami lupa membaca surat Al Mulk tersebut disebagian malam, dan dengan demikian maka apakah pernikahan kami menjadi fasid ?? saya mengharap penjelasan dari anda terhadap masalah ini…

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

..

Pertama : 

As Shodaq – mahar – merupakan hak bagi
seorang istri, yang Allah mewajibkannya kepada seorang lelaki yang dia
berkehendak untuk menikahinya, Allah Ta’ala berfirman : 

وَآتُوا

النِّسَاءَ

صَدُقَاتِهِنَّ

نِحْلَةً
(سورة

النساء:
4

)

“ Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”
(QS. An Nisaa’ /4). 

Imam Ibnu Jarir At Thobari Rahimahullah
menafsirkan, “Dan berikanlah oleh kalian kepada kaum wanita mahar mereka
sebagai pemberian yang wajib, dan sebuah kewajiban yang lazim diberikan.”
Tafsir At Thabari ( 7 / 552 ). 

Dan mahar mungkin bisa berbentuk harta benda
– seperti emas, uang atau perhiasan – dan mungkin juga berupa pembantu atau
kemanfaatan yang lain yang bisa diberikan oleh suami untuk istrinya,
sebagaimana mengajarkannya Al Qur’an, atau menunaikan ibadah haji dengan
istri. Dan telah disebutkan penjelasannya yang demikian dalam fatwa nomer (
101759 ). 

Kedua : 

Permintaan perempuan yang anda lamar agar
nantinya maharnya berupa hafalan surat Al Mulk, jika maksudnya agar nantinya
anda mengajarkannya surat tersebut hingga dia menghafalkannya ; maka yang
demikian menjadi perbedaan pendapat antar Ulama.

Disebutkan dalam al
Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah ( 17 / 324 ),
“Para pakar fiqih berbeda pendapat dalam hal dibolehkannya menjadikan
hafalan Al Qur’an Al Karim sebagai mahar bagi mempelai wanita.
Al Hanafiyyah dan Al Malikiyyah dalam
riwayat yang populer dikalangan madzhab mereka serta Ahmad dari riwayat yang
bersumber darinya berpendapat tidak
dibolehkannya menjadikan hafalan al Qur’an al Karim sebagai mahar bagi
seorang perempuan, karena kemaluan atau farji wanita tidak menjadi halal dan
tidak sebanding melainkan dengan harta benda, sebagaimana firman Allah
Ta’ala :

وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم محصنين غير مسافحين

“Karena sesungguhnya hafalan al Qur’an al
Karim tidak dibolehkan untuk dijadikan alat komoditi kecuali jika pembacanya
bertujuan untk mendekatkan diri kepada Allah dengan bacaannya.” 

Adapun Syafi’iyyah berpendapat yang
bertentangan dengan pendapat yang populer menurut sebagian Malikiyyah dan
Ahmad dalam sebuah riwayat darinya, yaitu membolehkan menjadikan hafalan al
Qur’an al Karim sebagai mahar bagi seorang wanita “Karena sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menikahkan seorang lelaki dengan
seorang perempuan dengan hafalan Qur’an yang dia miliki ”.

Dan pendapat yang Rajih (paling benar) adalah
dibolehkannya memberikan mahar berupa hafalan Al
Qur’an; dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,
no. 5030  dan Muslim,
no.  1425: 

Dari Sahal bin Saad ; bahwasannya seorang
perempuan datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu dia
berkata:  

يا

رسول

الله

جئت

لأهب

لك

نفسي

فنظر

إليها

رسول

الله

صلى

الله

عليه

وسلم

فصعد

النظر

إليها

وصوبه

ثم

طأطأ

رأسه
,

فلما

رأت

المرأة

أنه

لم

يقض

فيها

شيئا

جلست
,

فقام

رجل

من

أصحابه

فقال

يا

رسول

الله

إن

لم

يكن

لك

بها

حاجة

فزوجنيها
,

فقال
:

هل

عندك

من

شيء
,

فقال:

لا

والله

يا

رسول

الله
,

قال:

اذهب

إلى

أهلك

فانظر

هل

تجد

شيئا؟

فذهب

ثم

رجع
,

فقال:

لا

والله

يا

رسول

الله

ما

وجدت

شيئا
,

قال

انظر

ولو

خاتما

من

حديد

فذهب

ثم

رجع
,

فقال:

لا

والله

يا

رسول

الله

ولا

خاتما

من

حديد
,

ولكن

هذا

إزاري

قال

سهل
:

ما

له

رداء
.

فلها

نصفه,

فقال

رسول

الله

صلى

الله

عليه

وسلم

ما

تصنع

بإزارك

إن

لبسته

لم

يكن

عليها

منه

شيء

وإن

لبسته

لم

يكن

عليك

شيء
,

فجلس

الرجل

حتى

طال

مجلسه

ثم

قام
,

فرآه

رسول

الله

صلى

الله

عليه

وسلم

موليا

فأمر

به

فدعي
,

فلما

جاء

قال

ماذا

معك

من

القرآن

قال

معي

سورة

كذا

وسورة

كذا

وسورة

كذا

عدها

قال

أتقرؤهن

عن

ظهر

قلبك

قال

نعم

قال

اذهب

فقد

ملكتكها

بما

معك

من

القرآن
.

“Ya Rasulullah saya datang untuk menghibahkan
diriku ini untuk anda,” maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam-pun
melihat kepadanya dan memperhatikan sosoknya mulai dari bawah sampai ke atas
kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala beliau.  Ketika perempuan ini
melihat bahwa beliau tidak mempunyai minat kepadanya, diapun lalu duduk.
Tiba-tiba seorang lelaki dari sahabat
beliau bangkit dari duduknya seraya berkata: Wahai
Rasulullah jika anda tidak mempunyai minat kepadanya maka nikahkanlah aku
dengannya. Rasulullah
bertanya: Apakah ada sesuatu yang engkau miliki? Dia menjawab: Demi Allah
tidak ada wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Pergilah engkau kepada
keluargamu dan lihatlah barangkali engkau mendapatkan sesuatu? Lalu dia
beranjak pergi kemudian datang kembali, seraya berkata: Demi Allah tidak
wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan suatu apapun. Beliau bersabda:
Lihatlah di rumahmu dan carilah walau sekedar cincin yang terbuat dari besi.
Lalu dia beranjak pergi dan datang
kembali, seraya berkata: Demi
Allah,
wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan meskipun cincin dari besi, akan
tetapi ini saya mempunyai sarung saya ini.
Sahal berkata: Apa yang dia miliki dari kain tersebut dan bagi istrinya
separonya, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallan bersabda: Apa yang
akan engkau perbuat dengan kain sarungmu jika engkau memakainya maka tidak
tersisa baginya – istrinya – sedikitpun, dan jika dia memakainya maka tidak
tersisa sedikitpun bagimu. Kemudian lelaki tersebut duduk dalam waktu yang
cukup lama lalu dia bangkit dari duduknya dan beranjak pergi.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam melihatnya pergi meninggalkan majlis tersebut maka beliau-pun
memerintahkan untuk memanggilnya kembali, dan ketika lelaki
tadi telah datang menghadap, beliau bertanya kepadanya: Apa yang engkau
miliki dari al Qur’an? Dia menjawab: Saya hafal surat ini, surat ini dan
surat ini dia menyebutkan perinciannya, beliau bersabda: Apakah engkau
menghafalkannya di hatimu? dia menjawab: Iya benar.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Pergilah engkau telah
menikahi – perempuan tadi – dengan apa yang engkau miliki dari al Qur’an.” 

Disebutkan dalam kitab al Iqna dalam ulasan
matan Abi Syuja’ (2 / 425): “(Dibolehkan menikahi seorang perempuan dengan (mahar
sesuatu) kemanfaatan yang telah diketahui) dapat dipenuhi dengan akad
sewa-menyewa, seperti; pengajaran yang di dalamnya terdapat kesulitan,
menjahit baju, dan menulis serta hal-hal lain yang semacamnya. Ruang lingkup
pengajaran sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, cakupannya menyeluruh
meliputi hal-hal yang wajib untuk diajarkan, seperti mengajarkan surat al
Fatihah dan lainnya, mengajarkan al Qur’an, al Hadits, fiqih, syair dan
khath dan yang lain selama bukan termasuk hal-hal yang diharamkan ”. 

Sebagian ulama memberikan batasan dan
ketentuan bolehnya pengajaran al Qur’an dijadikan sebagai mahar, jika memang
calon suami tidak memiliki harta benda.

Terdapat dalam Fatawa
Lajnah ad Daaimah – 1 (19/35):
“Sah hukumnya mengajarkan sesuatu dari al Qur’an kepada seorang wanita yang
dijadikan sebagai mahar baginya pada saat akad nikah jika si lelaki tidak
memiliki harta benda, sebagaimana yang tertuang dalam shahih Bukhari dan
Muslim ; 

“Ya Rasulullah saya datang untuk menghibahkan
diriku ini untuk anda,” maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam-pun
melihat kepadanya dan memperhatikan sosoknya mulai dari bawah sampai ke atas
kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala beliau.  Ketika perempuan ini
melihat bahwa beliau tidak mempunyai minat kepadanya, diapun lalu duduk.
Tiba-tiba seorang lelaki dari sahabat
beliau bangkit dari duduknya seraya berkata: Wahai
Rasulullah jika anda tidak mempunyai minat kepadanya maka nikahkanlah aku
dengannya. Rasulullah
bertanya: Apakah ada sesuatu yang engkau miliki? Dia menjawab: Demi Allah
tidak ada wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Pergilah engkau kepada
keluargamu dan lihatlah barangkali engkau mendapatkan sesuatu? Lalu dia
beranjak pergi kemudian datang kembali, seraya berkata: Demi Allah tidak
wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan suatu apapun. Beliau bersabda:
Lihatlah di rumahmu dan carilah walau sekedar cincin yang terbuat dari besi.
Lalu dia beranjak pergi dan datang
kembali, seraya berkata: Demi
Allah,
wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan meskipun cincin dari besi, akan
tetapi ini saya mempunyai sarung saya ini.
Sahal berkata: Apa yang dia miliki dari kain tersebut dan bagi istrinya
separonya, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallan bersabda: Apa yang
akan engkau perbuat dengan kain sarungmu jika engkau memakainya maka tidak
tersisa baginya – istrinya – sedikitpun, dan jika dia memakainya maka tidak
tersisa sedikitpun bagimu. Kemudian lelaki tersebut duduk dalam waktu yang
cukup lama lalu dia bangkit dari duduknya dan beranjak pergi.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam melihatnya pergi meninggalkan majlis tersebut maka beliau-pun
memerintahkan untuk memanggilnya kembali, dan ketika lelaki
tadi telah datang menghadap, beliau bertanya kepadanya: Apa yang engkau
miliki dari al Qur’an? Dia menjawab: Saya hafal surat ini, surat ini dan
surat ini dia menyebutkan perinciannya, beliau bersabda: Apakah engkau
menghafalkannya di hatimu? dia menjawab: Iya benar.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Pergilah engkau telah
menikahi – perempuan tadi – dengan apa yang engkau miliki dari al Qur’an.” 

Adapun jika maksudnya dengan mahar yang
diinginkan adalah agar anda menghafal surat al-  Mulk, atau maharnya hanya
sekedar tilawah surat al Mulk yang kalian berdua baca setiap malam, maka hal
ini tidak dibolehkan. Karena
mahar itu wajib berupa harta benda [sesuatu yang mempunyai nilai berharga].

Disebutkan dalam Hasyiyah al Bujairimi ‘alal
Khatib (3/444) : Dan tidak ada batasan sedikit banyaknya sebuah mahar.
Bahkan ketentuannya adalah setiap
sesuatu yang sah untuk diperjual-belikan, ditukar dan sebagai alat
tukar,
maka dia sah sebagai mahar.
Sedangkan jika  tidak sah diperjual
belikan maka tidak sah dan tidak layak pula dijadikan sebagai mahar. Lalu
apabila melaksanakan akad nikah dengan mahar yang tidak termasuk harta benda
dan tidak pula bisa ditukarkan dengan sesuatu yang berharga, seperti dua
butir biji gandum ; maka tidak sah penyebutan mahar tersebut dalam akad
nikah, dan perkaranya dikembalikan pada keumuman mahar yang berlaku dalam
keluarga tesebut atau masyarakat secara umum. 

Kesimpulannya :

Kesimpulan bagi kalian berdua, bagaimanapun,
hendaklah mempelai perempuan menerima mahar meskipun sesuatu yang ringan dan
mudah, baik berupa emas, perhiasan atau sesuatu lain yang semacamnya ;
meskipun sangat murah harganya atau sangat remeh dari sesuatu yang kalian
berdua rida dengannya. Kemudian baru setelah yang demikian itu dia boleh
memberikan syarat kepada anda dengan syarat yang telah disebutkan, selama
hal tersebut mampu kalian berdua laksanakan dan tidak ada penghalang yang
menghalangi kalian berdua. 

Ketiga : 

Tidak sesuainya mahar bukan berarti merusak
pernikahan yang sah, hal ini merupakan pendapat yang paling kuat dari
pendapat para ulama. Disebutkan dalam kitab  Al Hawi Al Kabir (9/461):
“Tidak sempurna atau tidak layaknya sebuah mahar tidak mengharuskan dan
menjadikan rusaknya pernikahan, cukup baginya mahar yang sepadan dengan
kondisi masyarakat pada umumnya.” 

Dan dalam kitab Nihayatul  Mathlab Fie
Dirooyatil Madzhab (6/13): “Tidak menjadi rusak sebuah pernikahan dengan
rusaknya mahar menurut madzhab yang shahih.” 

Dan didalam kitab Al Wasith karangan Imam al
Ghozali (5/228): “Dan kaidah dalam bab tersebut adalah: Sesungguhnya
pernikahan tidak menjadi batal atau rusak karena rusaknya mahar; Karena
menurut madzhab yang sahih sesungguhnya pernikahan yang tidak menyebutkan
mahar akan mengikat diwajibkannya mahar sebagai sarana ibadah. Maka tidak
akan terpengaruh penyebutan mahar melainkan dalam hal penentuan dan
perkiraan, dan akan rusak penentuan dan perkiraan yang tersisa hanya
kewajiban membayar mahar sesuai dengan kebiasaan mahar di sekitarnya atau
mahar mitsel ”.

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android