Unduh
0 / 0

Suaminya Mencumbui Istrinya Di Bulan Ramadan, Kemudian (Istrinya) Membiarkan Diri Agar Digaulinya Agar Puasanya Batal Dan Berdosa. Apakah Dengan Niat Seperti Ini Puasanya Batal?

Pertanyaan: 207360

Seorang suami mencumbui istrinya setelah fajar di bulan Ramadan. (Istrinya) mengatakan kepadanya, “Jangan ganggu aku agar tidak batal.” Tapi sang suami tetap mengulangi. Kemudian (istrinya) membalikkan punggung dan membiarkan seraya mengatakan dalam hati, “Biarkan dia melakukan yang dia mau sampai saya batal sementara dia yang mendapatkan dosa.” Akan tetapi setelah dia mengatakan hal itu dalam hati, (suaminya) meninggalkan dan tidak melakukan sesuatu. Ketika sang isteri ketika mengatakan seperti itu, keinginannya tidak lain kecuali agar suaminya mendapatkan dosa saja, bukan agar puasanya batal, atau makan atau minum. Saya khawatir apa yang saya katakan itu menyebabkan batalnya puasaku. Jika saya benar berniat untuk itu atau sekedar ucapan saja. Saya mohon jawaban secara terperinci terkait niatku, apakah membatalkan puasa karena sebab ini. Atau jika sekedar ungkapan hati begitu juga dalam kondisi ditimpa was was dalam niat atau keabsahan puasa.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Siapa yang berniat berbuka
sementara dia dalam kondisi puasa dengan tegas tidak ragu-ragu. Maka
puasanya batal menurut pendapat yang kuat, meskipun dia meluruskan niatnya
kembali. Dan dia diharuskan mengqhada untuk hari ini. Kalau masih ragu-ragu
dalam berbuka, atau digantungkan dengan sesuatu. Seperti kalau ada makanan
atau minuman akan berbuka, kemudian tidak mendapatinya. Maka puasanya sah.

Syekh Ibnu Utsaimin
rahimahullah ditanya, “Seseorang safar dan dia berpuasa di bulan Ramadan.
Dia niat berbuka, namun tidak mendapatkan makanan untuk berbuka, lalu dia
memperbaiki niatnya dengan menyempurnakan puasa sampai magrib. Apakah
puasanya sah?

Beliau menjawab, “Puasanya
tidak sah, dia diwajibkan mengqhada’. Karena ketika dia berniat untuk
berbuka, maka dia sudah batal. Sementara kalau seandainya dia mengatakan,
“Kalau saya mendapatkan air, saya akan minum, adapun kalau tidak, maka saya
tetap berpuasa. Ternyata dia tidak mendapatkan air, maka puasanya sah.
Karena tidak terputus dengan niat ini, karena dia gantungkan berbuka dengan
mendapatkan sesuatu dan ternyata tidak mendapatkan sesuatu. Maka, dia tetap
pada niat pertama.” (Liqo Bab Maftuh, 29/20).

Yang nampak, kejadian yang
menimpa anda itu kondisi kedua. Maksudnya bahwa anda gantungkan berbuka anda
kalau suami anda akan melanjutkan dalam masalah ini. Ternyata dia tidak
melakukan. Niat berbuka itu sesuatu, sedangkan menggantungkan untuk
melakukan sesuatu yang tidak terjadi, sesuatu yang lain. Berbeda dalam
hukumnya. Dari situ maka puasa anda sah, anda tidak diharuskan mengqhada.
Sementara jika anda telah berniat berbuka atau dalam persangkaan kuat anda
sekarang, bahwa ini adalah niat anda, maka puasa anda rusak dan anda
diharuskan mengqhada untuk hari  itu. Jika hal itu masih meragukan di hati
anda, untuk menjaga puasa anda, lalu anda mengqhada sehari sebagai
penggantinya, maka hal itu baik insyaallah.” Silahkan merujuk jawaban soal
no. 95766.

Akan tetapi kalau was was itu
sering terulang dalam niat, atau keabsahan suatu ibadah, maka anda tidak
perlu mengulangi puasa hari itu dan condongkan untuk benar. Jangan menuruti
perasaan was was. Ini kerusakan dan keburukan yang besar, ujungnya  akan
merusak ibadah seorang hamba dan seluruh agamanya. Terdapat dalam website
ini banyak jawaban mewaspadai dari melanjutkan dibelakang was was.

Kedua;

Bagi lelaki dibolehkan saat
berpuasa mencumbui istrinya baik dengan didekap atau dicium atau semisal itu,
kalau dia mampu mengendalikan dirinya, mampu mencegah dirinya untuk tidak
melanjutkan masalah ini atau (tidak) terjerumus melanggar aturan Allah dalam
berjima atau keluar mani. Silahkan lihat jawaban soal no.
49614.

Ketiga:

Seorang istri tidak
dibolehkan berusaha agar suaminya melakukan prilaku yang diharamkan atau
rela dengan itu bahkan seharusnya dia melarang dan menahan sebisa mungkin.
Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الإِيمَانِ
)رواه مسلم، رقم 49)

“Siapa diantara kamu semua
yang melihat kemungkaran, hendaknya dia merubah dengan tangannya (kekuatan),
kalau tidak mampu, dengan lisannya. Kalau tidak mampu, maka dengan hatinya,
dan itu adalah paling lemah keimanannya.” (HR. Muslim, no. 49).

Anda biarkan suami anda tanpa
melarang prilaku agar terjerumus ke suatu yang diharamkan, dan berdosa serta
akan mendapatkan siksa Allah di bulan penuh kasih sayang, ini adalah tujuan
yang haram, berusaha terjerumus dalam kemaksiatan kepada Allah dan rela
dengannya. Maka Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Wajib bagi
orang yang melihat seseorang makan atau minum di bulan Ramadan sementara dia
mengetahui dalam kondisi puasa, dia harus mengingatkan karena kalau dia lupa,
maka masih ada uzur akan tetapi anda tidak lupa. Sementeara Allah Ta’ala
berfirman, “Dan saling menolong kamu semua dalam kebaikan dan ketakwaan.”
(QS. Al-Maidah: 2, Liqo Syahri, 70/44 dengan penomoran syamilah)

Kalau hal ini wajib bagi
setiap orang, bagaimana lagi kalau itu suaminya. Tidak ragu lagi, masalahnya
lebih ditekankan lagi. Dan haknya lebih kuat bagi anda. maka anda seharusnya
bertaubat dan beristigfar. Dan jangan anda mengulangi seperti itu lagi.
Hendaknya anda menjadi penolong terbaik bagi suami anda dalam urusan dunia
dan akhirat. Di antara hal itu adalah ketika anda melihatnya dalam
kemaksiatan atau ingin melakukan kemaksiatan, hendaknya anda larang dan
mengingatkan kepada Allah.

Wallahu a’lam
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android