Unduh
0 / 0
36,15322/07/2014

Para Istri Merupakan Pendamping Bagi Suami-Suami Mereka Dalam Kehidupan Rumah Tangga. Mereka Hak-Hak Yang Harus Dipenuhi Sebagaimana Mereka Juga Memiliki Kewajiban-Kewajiban Dan Para Suami Memiliki Kelebihan Hak Dan Keutamaan

Pertanyaan: 216686

Saya membaca sebuah makalah di internet yang berbunyi, “Adalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam memasak, membersihkan dan menyapu rumah. Sesungguhnya istri-istri kalian bukanlah budak kalian, akan tetapi mereka adalah pendamping kalian, maka jadilah kalian bagaikan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.” Apakah ungkapan tersebut sahih? Adakah dalil serta dasarnya dari Al Qur’an dan As Sunnah?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

..

Pertama :

Hadits yang
berkaitan dengan konteks ini, lafaznya tidaklah sebagaimana yang disebutkan
dalam pertanyaan dan tidak pula sedetail yang tercantum.
Sesungguhnya
yang nampak dan disebutkan pada  pertanyaan,
bahwa yang dimaksud adalah
memastikan peran serta suami terhadap istrinya, dan senantiasa mendukungnya
disegala aspek kehidupan yang seakan-akan suami merupakan patner atau
belahan jiwa sang istri.

Dan sesungguhnya
hadits yang terkait masalah ini merupakan cermin kesempurnaan dari budi
pekerti beliau Shallallahu Alaihi Wasallam dan kemuliaan sifat serta
ketawadluan beliau, yang sama sekali jauh dari sikap merasa sombong dari
yanglainnya, sehingga beliau rela ikut serta dan ambil bagian dalam urusan
istri-istri beliau dan pekerjaan rumah mereka tanpa merasa tidak pantas
membantu segala urusan mereka.

Imam At Turmudzi
meriwayatkan,
no.
3895 dia
menyatakan shahih,
dari Aisyah Radliyallahu Anha dia berkata,
“Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

خَيْرُكُمْ

خَيْرُكُمْ

لِأَهْلِهِ

وَأَنَا

خَيْرُكُمْ

لِأَهْلِي
)

وصححه

الشيخ

الألباني

رحمه

الله

في

صحيح

سنن

الترمذي)

“Sebaik-baik
dari kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan saya adalah
yang paling baik dari kalian kepada keluarga saya.”
(Disahihkan
oleh Syaikh Al Bani Rahimahullah dalam  Shahih Sunan TIrmIzi)

وقد

سئلت

عائشة

رضي

الله

عنها
: ”

Dan Aisyah
Radliyallahu Anha pernah ditanya :

مَا

كَانَ

رَسُولُ

اللهِ

صَلَّى

اللهُ

عَلَيْهِ

وَسَلَّمَ

يَعْمَلُ

فِي

بَيْتِهِ

؟

فقَالَتْ
:

كَانَ

بَشَرًا

مِنَ

الْبَشَرِ

يَفْلِي

ثَوْبَهُ

،

وَيَحْلُبُ

شَاتَهُ

،

وَيَخْدُمُ

نَفْسَهُ

(رواه

أحمد، رقم
26194،

وصححه

الشيخ

الألباني

رحمه

الله

في

السلسة

الصحيحة، رقم
671(

“Apa yang dahulu
dikerjakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di rumah beliau ? Aisyah
menjawab: Beliau adalah manusia biasa berasal dari kalangan manusia yang
biasa, beliau  menjahit atau menyulam baju beliau, memerah susu kambing dan
melayani keperluan pribadi beliau.”
(HR.
Ahmad,
no.
26194. Di
Shahihkan oleh Syaikh Albani Rahimahullah dalam
As
Silsilah As Shahihah,
n.
671)

Dan
dalam riwayat Ahmad yang lain juga (24903):

كَانَ

يَخِيطُ

ثَوْبَهُ

،

وَيَخْصِفُ

نَعْلَهُ

،

وَيَعْمَلُ

مَا

يَعْمَلُ

الرِّجَالُ

فِي

بُيُوتِهِمْ
(وصححه

الألباني

في

صحيح

الجامع، رقم
4937
(

“Adalah beliau
Shallallahu Alaihi Wasallam menyulam baju, menjahit sandal dan mengerjakan
hal-hal yang biasa dikerjakan oleh kaum lelaki di rumah mereka.”
(Dishahihkan
oleh Al Albani dalam Shahih al Jami,
no.
4937)

Imam Bukhari (676)
meriwayatkan
dari Al Aswad dia berkata :

سَأَلْتُ

عَائِشَةَ
مَا
كَانَ

النَّبِيُّ
صَلَّى

اللهُ

عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
يَصْنَعُ
فِي بَيْتِهِ
؟

قَالَتْ :

كَانَ

يَكُونُ
فِي

مِهْنَةِ
أَهْلِهِ-

تَعْنِي

خِدْمَةَ

أَهْلِهِ –

فَإِذَا

حَضَرَتِ

الصَّلاَةُ

خَرَجَ

إِلَى

الصَّلاَةِ ” .

“Aku
bertanya kepada Aisyah tentang apa
saja yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di rumah beliau?
Aisyah menjawab, “Beliau biasa mengerjakan pekerjaan keluarganya – yaitu
berkhidmah kepada para istrinya . Jika
telah tiba waktu shalat, beliaupun keluar untuk menunaikan shalat.”

Untuk menambah faedah
bisa,
lihat jawaban soal no.
197199.

Kedua :

Para istri
merupakan pendamping dan patner para suami dalam kehidupan rumah tangga.
Mereka
memiiliki

hak-hak yang harus dipenuhi oleh suami sebagaimana atas mereka
kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan.
Hanya saja,
suami ada sedikit tambahan hak. Oleh sebab itu seorang istri
wajib menjaga hak-hak suaminya, demikian pula suami wajib atasnya memelihara
hak-hak istrinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَلَهُنَّ

مِثْلُ

الَّذِي

عَلَيْهِنَّ

بِالْمَعْرُوفِ

وَلِلرِّجَالِ

عَلَيْهِنَّ

دَرَجَةٌ (سورة البقرة:
228)

“Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.
Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.”
(QS
Al Baqarah: 228)

As Sa’di
Rahimahullah berkata: “Para istri memiliki hak-hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh suami mereka, sebagaimana para istri, mereka memiliki
kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan terhadap suami mereka dan sedikit
melebihi dari hak mereka,

وَلِلرِّجَالِ

عَلَيْهِنَّ

دَرَجَةٌ

Maksudnya,

kemuliaan dan kepemimpinan dan kelebihan hak terhadap mereka atas istri,
sebagaimana firman Allah Ta’ala :

الرِّجَالُ

قَوَّامُونَ

عَلَى

النِّسَاءِ

بِمَا

فَضَّلَ

اللَّهُ

بَعْضَهُمْ

عَلَى

بَعْضٍ

وَبِمَا

أَنْفَقُوا

مِنْ

أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka ”

(Tafsir
As Sa’di,
hal.
102)

Islam memulIakan
seorang wanita sebagai istri, dan mewasiatkan serta memerintahkan kepada
para suami agar baik kepada mereka dan mempergauli mereka secara ihsan penuh
kebaikan, sebagaimana diberitakan bahwa bagi para istri ada hak-hak yang
harus dipenuhi layaknya hak seorang suami hanya saja ada kelebihan yang
harus ditunaikan oleh istri yaitu satu tingkat di atasnya, karena
tanggungjawabnya dalam memberikan nafkah dan kepemimpinannya dalam urusan
rumah tangga. Dijelaskan
bahwa
sebaik-baik kaum muslimin adalah yang paling bisa memuliakan
istrinya dalam iteraksi kehidupan rumah tangga.

Para Ulama Lajnah
Ad Daaimah Lilifta di Saudi Arabiah mengungkapkan:

“Syariat Islam
telah datang dengan memuliakan
kaum wanita dan mengangkat derajat urusan mereka, dan
memberikan
tempat yang layak bagi mereka, sebagai pemeliharaan dan penjagaan bagi
mereka sebab kemuliaan mereka.
Maka
syariat
mewajibkan atas wali dan suami mereka agar menafkahinya, dan menanggung
kelayakannya secara baik, menjaga setiap urusannya, dan mempergauli mereka
dengan pergaulan yang baik.”

(Fatawa
Al Lajnah Ad Daaimah – al majmu’ah al ula –,17/6.
Sebagai
tambahan,
lihat jawaban soal no.

70042 dan jawaban soal no.

40405)

Ketiga :

Tidak diragukan
lagi sesungguhnya para istri bukanlah para pelayan dan budak-budak suami
mereka, yang semena-mena mereka memperlakukannya dengan keras dan bengis,
serta mempergauli mereka sebagaimana para tuan berinteraksi dengan
budak-budak dan para pelayannya. Sesungguhnya dasar syari’at Islam datang
untuk meneguhkan ketetapan akan wajibnya memperbaiki hubungan pergaulan
dengan istri. Karena
di dalam Islam istri merupakan patner suami, keluarganya dan orang yang
patut untuk dinaunginya.
Tidak
pernah ada di dalam syari’at Islam mensifati istri sebagai seorang budak dan
pelayan bagi suamina.
Akan
tetapi dia adalah seorang
pendamping
belahan jiwa yang
memiliki
hak-hak yang harus dipenuhi dan berwasiat kepadanya dengan  penuh kebaikan
serta pergaulan yang baik.

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh imam At Turmudzi dan
dishahihkan olehnya,
no.
1163

Dari Amr bin Al Ahwash Radliyallahu Anhu dari Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam sesungguhnya beliau bersabda :

أَلَا

وَاسْتَوْصُوا

بِالنِّسَاءِ

خَيْرًا،

فَإِنَّمَا

هُنَّ

عَوَانٌ

عِنْدَكُمْ (وحسنه

الألباني

في

صحيح

سنن

الترمذي)

“Hendaklak
kalian berwasiat kepada para istri dengan penuh kebaikan, karena
sesungguhnya mereka adalah tawanan – dalam belenggu kuasa – kalian ),”
(Dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan At
Turmudzi)

Dan AtTirmizi
Rahimahullah menuturkan,
“Maksud
dari kata
عَوَانٌ

عِنْدَكُمْ adalah
: tertawan dalam tanggung jawab kalian.”

Yang
dimaksud
adalah
wasiat
untuk berbuat baik
terhadap
mereka adalah  sebagaimana
yang tampak dalam
hadits. Adapun

mereka
dikatakan
sebagai tawanan,
maksudnya adalah
penyerupaan mereka dengan para tawanan, karena para tawanan
menjadi lemah dalam kuasa orang lain, jika yang menawan berkehendak untuk
melepaskannya maka dia akan melepaskannya, dan jika dia ingin tetap
menahannya maka hal itu bebas dilakukannya.
Demikian
pula seorang istri di sisi suaminyam,
bisa
saja suami menginginkan dia tetap tinggal bersamanya dan bisa pula dia
menceraikannya sekehendaknya. Dan maksudnya bukanlah mereka ini hina-dina di
mata suami dan tidak ada harganya sama sekali sebagaimana hinanya para
tawanan di genggaman orang yang menawannya.

Ibnu Utsaimin
Rahimahullah berkata : “Maksud dari ungkapan setara dengan para tawanan
adalah ; karena sesungguhnya tawanan itu jika orang yang menahannya
berkehendak untuk melepaskannya maka dia akan bebas, dan bisa jadi dia
berkehendak tetap menahannya, demikian pula seorang istri di sisi suaminya,
bisa jadi suami menginginkan dia tetap tinggal bersamanya dan bisa pula dia
menceraikannya sekehendaknya, maka istri setara dengan tawanan disamping
suaminya, sehingga hendaklah para suami bertaqwa kepada Allah terkait dengan
urusan istri.”

Dikutip
dari “Liqo Bab Al-Maftuh”

Dan wajib juga agar
kita tidak melupakannya sesungguhnya Istri berkewajiban memenuhi hak-hak
suaminya yang kewajibannya lebih besar dari pada hak istri atas suami,
karena sesungguhnya Allah menjadikan derajat bagi suami lebih tinggi dari
pada istri dan menjadikannya sebagai pemimpin rumah tangga yang akan
mengayomi kepentingannya dan segala urusannya. Allah Ta’ala berfirman :

وَلَهُنَّ

مِثْلُ

الَّذِي

عَلَيْهِنَّ

بِالْمَعْرُوفِ

وَلِلرِّجَالِ

عَلَيْهِنَّ

دَرَجَةٌ

(سورة
البقرة:

228)

“ Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.
Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya
”.(QS
Al Baqarah: 228)

Dan juga firman-Nya
:

الرِّجَالُ

قَوَّامُونَ

عَلَى

النِّسَاءِ

بِمَا

فَضَّلَ

اللَّهُ

بَعْضَهُمْ

عَلَى

بَعْضٍ

وَبِمَا

أَنْفَقُوا

مِنْ

أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka ”
(QS
An Nisaa: 34)

Demikianlah dan
bisa diambil kesimpulan
bahwa
istri wajib berkhidmah untuk suaminya, yang merupakan salah satu dari
pendapat ulama yang paling kuat dalam masalah tersebut, sehingga sahabat
Zaid bin Tsabit Radliyallahu anhu berkata,

“Suami merupakan tuan bagi istrinya yang ditetapkan dalam kitab Allah.” 
lalu dia membaca firman Allah Ta’ala :

وأَلفيا

سَيِّدها

لدى

الباب
(سورة

يوسف:
25)

“Mendapati
tuan (suami)
wanita itu di muka pintu. Dan bisa dilihat dalam.”

(Al
Fatawa Al Kubra,
Ibnu
Taimiyyah,
3/106).

Lilihat
juga jawaban soal no.

10680 dan no.

119740.

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android