Unduh
0 / 0

Kapan Berbuka Orang Yang Tinggal Di Puncak Menara

Pertanyaan: 220838

Kalau seseorang tinggal di Menara (Burj) Kholifah di Dubai dimana ketinggian mencapai 160 tingkat. Apakah berbuka dengan azan magrib di kota tersebut atau apa yang dilakukan?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Syariat telah menjadikan
selesainya puasa alamat dengan jelas dan terang, yaitu terbenamnya matahari
di balik ufuk. Kalau matahari telah terbenam, maka orang berpuasa dihalalkan
berbuka. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ (سورة البقرة: 187)

“Kemudian sempurnakan puasa
hingga malam.” (QS. Al-Baqarah:  187)

Permulaan malam dimulai
dengan terbenamnya matahari, sebagaimana Terdapat penjelasan hal ini dalam
jawaban soal no. 110407. Dan sabda Nabi sallallahu
alaihi wa sallam:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا [يعني من جهة المشرق ]
، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا [ يعني من جهة المغرب) فقد أَفْطَرَ
الصَّائِمُ (رواه البخاري، رقم 1954، ومسلم، رقم 1100)

“Ketika malam telah datang
Dengan demikian (maksudnya dari arah timur) dan siang telah meninggalkan
dari sana (maksudnya dari arah barat) maka orang berpuasa diperbolehkan
berbuka.” (HR. Bukhori, no. 1954 dan Muslim, no. 1100)

An-Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Selesai dan sempurnanya puasa dengan terbenamnya matahari
sesuai ijma’ umat Islam.” (Al-Majmu Syarh Muhazab, 6/304)

Maksud terbenam adalah
tenggelam dan bersembunyi bundaran matahari. Adanya merah di ufuk tidak
berpengaruh, apabila bulatan matahari hilang, maka telah dihalalkan berbuka.”

Al-Hafiz Ibnu Rajab
mengatakan,”Hadits ini menunjukkan bahwa hanya dengan terbenamnya bundaran (matahari)
maka telah masuk waktu magrib, sebagaimana orang berpuasa diperbolehkan
berbuka juga. Ini termasuk ijmak dari kalangan ahli ilmu. Hal ini dinyatakan
oleh Ibnu Munzir dan lainnya.

Rekan-rekan kami dari mazhab
Syafiiyah serta lainnya mengatakan, “Adanya sisa cahaya merah yang sangat di
langit tidak dianggap setelah terbenamnya bulatan matahari dan hilang dari
pandangan mata.” (Fathul Bari, (4/352) dengan sedikit ringkasan)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Ketika bundaran matahari telah terbenam, maka waktu itu orang
berpuasa diperbolehkan berbuka dan hilang waktu larangan. Tidak berdampak
sedikitpun sisa merah sangat yang ada di ufuk dari sisi hukum.” (Syarh
Umdahul Fiqh, hal. 169)

Kedua:

Telah diketahui bahwa
terbenamnya matahari berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, dari suatu
negara ke negara lain. Begitu juga berbeda satu tempat bagi orang yang
tinggal di bawah atau tempat tinggi. Karena syari’at mengaitkan berbuka
dengan terbenamnya bulatan matahari. Maka setiap orang mempunyai hukum
sesuai tempat dimana dia berada waktu terbenam. Maka jangan berbuka sebelum
matahari terbenam dari tempat dia berada, baik di tempat lain sudah terbenam
maupun belum. Siapa yang tinggal di puncak menara tidak berbuka meskipun
matahari telah terbenam bagi orang yang tinggal di bumi, sampai terbenam
matahari dari ufuk dari pandangannya.

Fakhrudin Zaila’i berkata,
“Diriwayatkan bahwa Abu Musa Ad-Dhorir Al-Faqih pemilik kitab ‘Al-Mukhtasor
Qodimil Iskandariyah’, ditanya tentang orang yang naik menara Iskandariyah
maka dia melihat terbenamnya matahari lebih lama setelah matahari terbenam 
dari para penduduk di kota. Apakah dia dihalalkan berbuka? Maka beliau
menjawab, “Tidak dan diperbolehkan bagi penduduk kota. Karena masing-masing
terkena kewajiban sesuai dengan posisinya.” (Tabyinul Haqoiq, 1/321).

Ibnu Abidin mengatakan,
“Dalam kitab Al-Faidh dikatakan, ‘Siapa yang berada di tempat tinggi seperti
menara Iskandariyah, tidak boleh berbuka selagi matahari belum terbenam
baginya. Sementara penduduk kota diperbolehkan berbuka sebelumnya kalau
matahari terbenam dari pandangan mereka. Begitu juga patokan terkait terbit
(fajar) bagi yang menunaikan shalat Fajar atau sahur.” (Hasyiyah Ibnu Abidin,
2/420).

Muhammad Anwar Syah Al-Kasymiri
mengatakan, “Dalam kitab-kitab Fikih, Bahwa ada dua orang, salah satunya di
puncak menara masih melihat matahari, sementara yang lain di atas bumi dan
matahari telah terbenam dari penglihatannya. Maka yang kedua diperbolehkan
berbuka bukan yang pertama.” (Faidhul Barie, 3/355)

Dalam Fatwa Al-Lajnah Daimah,
(10/297), “Masing-masing orang yang berpuasa mempunyai hukum sesuai
keberadaannya. Baik di atas bumi atau di dalam pesawat di atas udara.”

Syekh Ibnu Utsaimin berkata,
“Orang yang di pegunungan atau di puncak menara, masing-masng mempunyai
hukumnya. Siapa yang mendapatkan matahari terbenam, maka dia diperbolehkan
berbuka. Bagi yang tidak, maka tidak boleh berbuka.” (Syarkh Mumti’, 6/398).

Beliau juga mengatakan,
“Kalau muazin azan sementara anda di tempat tinggi masih menyaksikan
matahari, maka jangan berbuka.” (Liqo Syahri, 41/22 dengan penomoran
Syamilah)

Begitu juga bagi penumpang
pesawat, mereka tidak boleh berbuka sampai terbenam matahari bagi mereka.

Para Ulama Lajnah Daimah
mengatakan, “Kalau orang berpuasa di dalam pesawat, dan melihat lewat jam
dan telpon waktu berbuka di negara terdekat sementara dia masih melihat
matahari karena ketinggian pesawat, maka dia tidak diperbolehkan berbuka.
Karena Allah Ta’ala berfirman “Kemudian sempurnakan puasa sampai malam.”
Tujuan akhir ini belum terealisasi padanya selagi masih melihat matahari.” (Fatawa
Lajnah Daimah, 10/137).

Syekh Ibnu Utsaimin ditanya,
“Di Bulan Ramadan, kami ketika bepergian masih berpuasa. Disela-sela
bepergian ini, kami mendapatkan malam sementara kami di udara. Apakah kami
diperbolehkan berbuka ketika kami melihat terbenamnya bulatan matahari di
depan kami atau kami berbuka memakai penentuan waktu penduduk negara yang
kami lewati di atasnya?

Maka beliau menjawab,
“Berbukalah ketika anda melihat matahari telah terbenam. Berdasarkan sabda
Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Ketika malam datang Dengan demikian dan
matahari telah terbenam, maka orang berpuasa boleh berbuka.” (Majmu Fatawa
Wa Rasail Utsaimin, 15/437). Silahkan lihat jawaban soal no.
106475.

Kesimpulannya: seharusnya
orang yang tinggal di menara tinggi memperhatikan perbedaan penentuan waktu
terbenamnya matahari antara orang yang di atas bumi dan tempat dimana dia
berada. Institusi Ifta’ dan Urusan Keislaman Dubai telah menjelaskan bahwa
penghuni yang tinggal di menara Kholifah yang terdiri dari 160 tingkat,
mereka diminta mengakhirkan berbuka di bulan Ramadan. Penghuni yang tinggal
di tingkat 80 sampai 150 diminta berbuka setelah dua menit dari waktu azan
shalat magrib. Sementara penghuni yang tinggal di tingkat 150 ke atas,
diperbolehkan azan magrib dan isya’ lebih akhir tiga menit. Sementara
penghuni yang tinggal di tingkat kurang dari tingkat 80, mereka berbuka
sesuai dengan jadwal azan magrib di masjid. Silahkan melihat link berikut
ini:


http://www.emaratalyoum.com/local-section/other/2011-08-06-1.414355

atau    

http://www.aleqt.com/2011/08/06/article_566738.html
wallahu’alam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android