Apakah hidup di kota Madinah lebih utama ataukah hidup di Mekah Mukarromah? Apa perbedaan keutamaan di antara dua kota dari yang lainnya selain dari keutamaan shalat di dua kota suci tersebut?
Keutamaan-keutamaan Mekah dan Madinah
Pertanyaan: 235370
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Bagian Bumi yang terbaik secara tersendiri adalah Mekah kemudian Madinah.
Adapun terkait dengan orangnya, maka yang paling utama bagi seseorang adalah dia tinggal di negara yang akan menambah keimanannya dan ketaatan kepada Allah taala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Bumi terbaik bagi setiap orang adalah bumi dimana di dalamnya itu akan lebih menambah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini berbeda sesuatu dengan perbedaan kondisinya. Tidak dapat ditentukan mana bumi yang lebih utama untuk ditempati seseorang. Akan tetapi yang paling utama bagi setiap orang itu sesuai dengan ketaqwaan dan ketaatan, kerendahan (terhadap Allah) dan kehadiran (hatinya). Dahulu Abu Darda pernah menulis surat kepada Salman seraya mengatakan ‘Mari tinggal di kota suci?’ Maka Salman membalas suratnya dengan menuliskan kepadanya, ‘Sesunguhnya bumi itu tidak mensucikan siapapun, akan tetapi yang dapat mensucikan seorang hamba itu adalah amalnya.” (Majmu Al-Fatawa, 18/283).
Silahkan lihat soal no. (199894 ).
Kedua:
Mekah berbeda dan mempunyai beberapa keutamaan dibandingkan dengan Madinah dan kota-kota lainnya, kita sebutkan di antaranya adalah:
- Bahwa shalat di Masjidil Haram Mekah itu lebih baik dari 100.000 kali shalat dibandingkan dengan shalat di masjid-masjid lainnya selain masjid Nabawi, karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik 1000 kali di banding masjid lainnya (selain Masjidilharam).
- Dikhusukan Mekah dengan adanya Haji dan Umrah, thawaf di Ka’bah, menyentuh Hajar aswad, rukun yamani, serta Sai antara Shofa dan Marwah.
- Sesungguhnya Allah ta’ala bersumpah dengannya seraya berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ
سورة البلد: 1
“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah),” (QS. Al-Balad: 1)
huruf (لا) dalam ayat di atas adalah tambahan untuk menguatkan.
- Bahwa Allah taala telah menjadikan Mekah sebagai tanah haram semenjak penciptaan langit dan bumi, hal itu tidak ada pada kota Madinah.
- Bahwa pengharaman Mekah itu lebih kuat dibandingkan dengan pengharaman Madinah.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Madinah diharamkan dan dia mempunyai batasan-batasantanah haram. Akan tetapi pengharamannya tidak seperti pengharaman kota Mekah dalam banyak hal. Saat seseorang masuk Mekah pertama kali dalam keadaan ihram berlaku ketentuan baginya apa yang berlaku saat seseorang berihrom. Sementara madinah tidak seperti itu.
- Pengharaman Mekah itu diharamkan rerumputan dan pohonnya secara umum, sementara Madinah pengharamannya ada pengkhususan pada sebagian pepohonaan untuk bercocok tanam dan semisalnya. Berburu di Mekah diharamkan dan ada hukumnya, sementara berburu di Madinah tidak ada konsekwensinya.
Yang penting adalah bahwa tempat yang paling agung dan teraman adalah Mekah sampai pepohonan juga aman di dalamnya, sampai hewan buruan pun aman di dalamnya.” (Liqo’ Al-Bab Al-Maftuh, 2/103, berdasaarkan penomoran Syamilah)
Adapun keutamaan kota Madinah, adalah;
- Dia adalah kota tempat hijrah dan tempat berkumpulnya orang-orang Muhajirin dan Anshar, tempat berjhad yang darinya dikirimkan tentara-tentara dan tempat memulai perjalanan perang. Hasilnya, beberapa negeri telah ditaklukkan, agama tersebar luas dan kesyirikan telah dihapuskan.
- Di dalamnya diturunkan kebanyakan ayat-ayat hukum dan syariat. Dan ketika Nabi sallallahu alaihi wa sallam menaklukan Mekah, beliau tidak tinggal di Mekah, akan tetapi kembali lagi ke Madinah, tempat hijrahnya, dan beliau hidup di dalamnya sampai beliau wafat dan dimakamkan di kota itu.
Diriwayatkan oleh Bukhari, (3778) dan Muslim, (1059) dari Anas radhialahu’anhu, dia berkata:
قَالَتِ الأَنْصَارُ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ ، وَأَعْطَى قُرَيْشًا: وَاللَّهِ إِنَّ هَذَا لَهُوَ العَجَبُ ، إِنَّ سُيُوفَنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَاءِ قُرَيْشٍ ، وَغَنَائِمُنَا تُرَدُّ عَلَيْهِمْ ، فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَا الأَنْصَارَ، قَالَ: فَقَالَ: مَا الَّذِي بَلَغَنِي عَنْكُمْ؟ ، وَكَانُوا لاَ يَكْذِبُونَ، فَقَالُوا: هُوَ الَّذِي بَلَغَكَ ، قَالَ: أَوَلاَ تَرْضَوْنَ أَنْ يَرْجِعَ النَّاسُ بِالْغَنَائِمِ إِلَى بُيُوتِهِمْ ، وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بُيُوتِكُمْ ؟ لَوْ سَلَكَتِ الأَنْصَارُ وَادِيًا، أَوْ شِعْبًا لَسَلَكْتُ وَادِيَ الأَنْصَارِ أَوْ شِعْبَهُمْ
“Ketika penaklukan Mekah, orang Anshar mengatakan ketika beliau (Rasulullah) memberikan orang Quraisy memberikan pemberian, ‘Demi Allah sesungguhnya (pemberian ini) mengherankan, karena pedang-pedang kami berlumuran darahnya orang Quraisy, sementara gonimah (barang rampasan perang) kita dikembalikan kepada mereka.’ Dan kabar itu sampai kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam, maka beliau memanggil orang-orang Anshar, lalu beliau bersabda, ‘Benarkah kabar yang sampai kepadaku terkait dengan kalian?’ Dan mereka bukanlah para pendusta, maka mereka berkata, ‘Demikianlah sebagaimana kabar itu yang sampai kepada engkau.’ Maka beliau bersabda, ‘Apakah kalian tidak rela, ketika orang-orang kembali dengan gonimah (harta rampasan perang) ke rumah-rumah mereka. Sementara kalian pulang (ke Madinah) bersama Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam ke rumah-rumah kalian. Jika orang Anshar melewati wadi atau lembah, saya akan melewati wadi atau lembah yang ditempuh orang Anshar.”
Diriwayatkan oleh Bukhari, (1871) dan Muslim, (1382) dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ القُرَى ، يَقُولُونَ يَثْرِبُ ، وَهِيَ المَدِينَةُ ، تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الكِيرُ خَبَثَ الحَدِيدِ
"Aku diperintahkan (untuk berhijrah) ke suatu negeri yang memakan berbagai negeri, mereka menyebutnya Yatsrib, dia adalah kota Madinah, kota ini membersihklan manusia (yang jahat) sebagaimana alat tempa besi yang membersihkan karat besi".
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Mereka berkata bahwa arti dari memakan negeri, ada dua makna; Salah satunya adalah tempat berkumpulnya tentara-tentara Islam pada masa permulaan, dari negeri inilah ditundukkan beberapa negeri lainnya dan didapatkan gonimah (harta rampasan perang) harta dan tawan-tawanannya. Arti kedua adalah bahwa makanannya dan takarannya berasal dari negeri-negeri yang ditaklukan dan ke negeri inilah ghanimah dikirimkan.” (Syarh An-Nawawi ‘Ala Muslim, 9/154).
Diriwayatkan Bukhari, (1876) dan Muslim, (147) dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى المَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا
“Sesungguhnya keimanan itu akan kembali berkumpul di Madinah sebagaimana ular akan kembali ke sarangnya.”
Arta dari kata ‘يأرز ‘ adalah kembali dan menyatu serta kembali kepadanya sebagaimana ular kembali ke sarangnya. (Mirqotul Mafatih, 1/243)
Maka Madinah itu termpat berkumpulnya orang Islam pada awal dan akhir zaman.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, ‘Kembali ke Madinah artinya adalah bahwa keimanan baik yang pertama maupun terakhir seperti sifat ini. Karena di awal Islam orang yang Imannya jernih dan benar keislamannya mendatangi Madinah. Baik dengan berhijrah, menetap atau karena rindu melihat Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam, belajar dari beliau dan sekedar dekat dengannya. Kemudian begitu juga setelahnya pada zaman para kalifah, dalam rangka mencari teladan dari orang-oragn yang saleh dari mayoritas para shahabat ridwanallahu’anhum, kemudian setelah itu dari kalangan para ulama yang merupakan pelita waktu dan para Imam petunjuk untuk mengambil sunah-sunah yang tersebar dari mereka. Maka semuanya teguh dalam keimanan dan nyaman dengannya, akan pergi menuju ke sana.” (Syarh An-Nawawi ala Muslim, 2/177).
– Diantaranya bahwa di dalamnya ada Masjid Nabawi, dan Raudhoh yang mulia. Telah ada diriwayatkan oleh Bukhari, (1196) dan Muslim, (1391), dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الجَنَّةِ ، وَمِنْبَرِي عَلَى حَوْضِي
“Di antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga. Dan mimbarku ada di telagaku.”
- Di dalamnya terdapat wadi Aqiq, yaitu wadi yang penuh keberkahan, diriwayatkan Bukhari, (1534) dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa beliau mendengar Umar radhiallahu anhu berkata, saya mendengar Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda ketika di wadi Al-Aqiq:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي، فَقَالَ: صَلِّ فِي هَذَا الوَادِي المُبَارَكِ ، وَقُلْ: عُمْرَةً فِي حَجَّةٍ
“Di malam tadi ada yang datang dari Tuhanku, seraya berkata, ‘Shalatlah di wadi yang penuh berkah ini. Dan katakan ‘Umrah dalam haji.”
- Tidak ada seorang pun yang mendatangi penduduk Madinah untuk melakukan keburukan kecuali Allah akan hancurkan. Diriwayatkan oleh Bukhari, (1877) dan teks untuknya dan Muslim, (1363) dari Sa’ad radhiallahu anhu, dia berkata, saya mendengar Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَكِيدُ أَهْلَ المَدِينَةِ أَحَدٌ ، إِلَّا انْمَاعَ كَمَا يَنْمَاعُ المِلْحُ فِي المَاءِ
“Tidaklah seorang pun melakukan tipu daya kepada penduduk Madinah, kecuali dia akan dilarutkan sebagaimana garam larut dalam air.”
Siapa yang diberi nikmat Allah hidup di Mekah, maka berbahagialah dia, dan siapa yang diberi nikmat oleh Allah hidup di Madinah, maka berbahagialah dia. Dan barangsiapa yang diberi nikmat ketakwaan di negara mana saja oleh Allah, maka berbahagialah dia.
Wallahu a’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait