Ada aplikasi di telpon yang dirancang oleh Bank untuk pembayaran, disela-sela itu harus mengisi informasi kartu asuransi. Setiap kali kartu dipergunakan, akan dapat discount dana langsung dari kartu. Ada kartu virtual ditaruh di dalamnya jumlah yang akan dikembalikan, kartu ini memungkinkan digunakan kalau disana ada dana yang cukup di rekeningnya. Untuk memasarkan aplikasi ini, bank mengiklankan dengan promosi berikut. Isi hp anda hari senin minimal 200 rupe, maka akan kembali 50 rupe. Boking travel anda pada hari selasa, maka anda dapatkan discont 15 % dan kembali 200 % dari harganya. Ketika telah mendapatkan 200 pelanggan, maka pengisian kembali lewat aplikasi di hari jumah dan sabtu antara jam 11 pagi sampai 1 zuhur. Dan promosi semacam itu dengan mengembalikan dana disamping discon pada sebagian situs perdagangan.
Apakah diperbolehkan mengambil faedah dari promosi yang mengandung pengembalian sebagian dana yang dibayarkan? Apaka hukum mengambil faedah dari discoun yang mungkin di dapatkan disela-sela aplikasi ini?
Hukum Hadiah Dan Discount Yang Diberikan Bank Ketika Mengisi Kartu
Pertanyaan: 248050
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Diperbolehkan berinteraksi dengan kartu visa pra bayar kalau terhindar dari catatan berikut ini:
1.Mensyaratkan bunga atau denda apabila terlambat membayar
2.Mengambil biaya penerbitan kartu visa pra bayar melebihi biaya yang sebenarnya
3.Mengambil bagian tertentu dari dari sebuah transaksi penarikan pada kartu visa pra bayar. Diperbolehkan mengambil biaya operasional (rilnya) saja dan selebihnya itu termasuk riba.
4.Membeli emas dan perak dan mata uang tunai dengan kartu pra bayar
Telah diterbitkan dari Majma Fikih Islami keputusan terkait masalah ini. Silahkan merujuk jawaban soal no. 97530.
Sementara kartu pasca bayar, tidak mengapa berinteraksi dengannya meskipun bank mengambil biaya atas penerbitannya atau pengambilannya lebih dari biaya (transaksi) rilnya. Karena apa yang diambil bank disini bukan sebagai ganti dari hutang – karena aslinya tidak ada hutang- bahkan itu termasuk tarif sebagai pengganti memungkinkan penggunaan kartu.
Kedua:
Menaruh saham di kartu dibuat itu sebagai hutang dari pekerja bank. Ia seperti menambung di rekening buku.
Telah ada keputusan dari Majlis Majma Fikih Islami Dauli n. 3/9 terkait simpanan bank (tabungan di bank). Yang diadakan siminar muktamar ke sembilan di Abu Dhobi Negara Persatuan Arab Emirat dari 1 – 6 Dzulqo’dah 1415 H bertepatan 1 – 6 April 1995 M:
Setelah memperhatikan penelitian yang masuk ke Majma khusus terkait dengan tema simpanan bank (tabungan di bank), setelah mendengarkan diaolg yang terjadi seputarnya:
Simpanan di bank (rekening di bank) baik ada di bank Islam atau bank konfensional ia termasuk hutang dalam pandangan fikih. Dimana pihak yang menerima simpanan ini kekuasaannya adalah kuasa jaminan untuknya. Ia menurut syarat harus mengembalikan ketika diminta. Tidak berpengaruh terhadap hukum pinjaman meskipun bank (yang dipinjami) itu berlebih.”
Dari sini, maka tidak diperbolehkan mengambil hadiah atau tambahan dari bank atas simpanan ini. Karena ia termasuk hadiah atas hutang. Sementara hadiah atas hutang –sebelum dilunasi –bukan merupakan kebiasaan sebelum berhutang. Termasuk dilarang menurut pendapat terkuat. Kecuali kalau yang berhutang menghitung dari hutangnya.
Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Majah, (2432) dari Yahya bin Abi Ishaq berkata, saya bertanya kepada Anas bin Malik,
الرَّجُلُ مِنَّا يُقْرِضُ أَخَاهُ الْمَالَ فَيُهْدِي لَهُ ؟ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا فَأَهْدَى لَهُ ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ : فَلا يَرْكَبْهَا ، وَلا يَقْبَلْهُ ، إِلا أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ (حسنه شيخ الإسلام ابن تيمية في “الفتاوى الكبرى” 6/ 159) .
“Seseorang dari kami meminjam uang dari saudaranya kemudian diberi hadiah untuknya? Beliau mengatakan, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalau salah seorang di antara kamu berhutang, kemudian dia memberi hadiah kepadanya, atau membawanya di atas kendaraannya, maka jangan menaikinya dan jangan diterima. Kecuali kalau antara mereka telah menjadi biasa sebelum itu.” (Dinyatakan hasan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di ‘Fatawa Kubro, 6/159).
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya, (3814) dari Abu Burdah, dia berkata:
أَتَيْتُ الْمَدِينَةَ فَلَقِيتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَقَالَ لِي : إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ ، إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ ، فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ : فَلا تَأْخُذْهُ ؛ فَإِنَّهُ رِبًا .
“Saya mendatangi Madinah dan bertemu dengan Abdullah bin Salam radhiallahu anhu, dan dia berkata kepadaku, engkau (tinggal di Iraq) yang marak riba disana. Kalau ada seseorang mempunyai hutang kepada anda, kemudian dia memberikan hadiah kepada anda dengan membawa hasil bumi atau membawa gandum atau membawa rumput makanan hewan. Maka jangan anda mengambilnya karena itu riba.”
Kata ‘Al-Qutt’ adalah rumput makanan hewan ternak.
Terdapat riwayat semakna dengan ini dari sekelompok para shahabat. Ibnu Qudamah rahimahullah dalam ‘Al-Mugni, (4/211) mengatakan, “Setiap hutang kalau disyaratkan ada penambahan, maka itu termasuk haram tanpa ada perselisihan.
Kalau disyaratkan agar menyewakan rumahnya dengan harga lebih murah, atau menyewa rumah orang yang dihutang lebih mahal, atau memberikan kepadanya hadiah, atau agar dia bekerja dengannya. Maka hal itu lebih diharamkan lagi.
Kalau melakukan hal itu tanpa ada syarat sebelum pelunasan (sebelum melunasi hutang) jangan diterimanya, dan tidak diperbolehkan menerimanya kecuali sebagai balasan atau dimasukkan hitungan dari hutangnya. Kecuali kalau sudah menjadi kebiasaan antara keduanya sebelum berhutang. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Atsram,
أن رجلا كان له على سمّاك عشرون درهما ، فجعل يهدي إليه السمك ويقوّمه ، حتى بلغ ثلاثة عشر درهما , فسأل ابن عباس فقال : أعطه سبعة دراهم .
“Bahwa seseorang mempunyai piutang kepada tukang ikan sebanyak 20 dirham, kemudian dia memberikan hadiah kepadanya ikan dan dinilai mencapai 13 dirham. Kemudian bertanya kepada Ibnu Abbas, maka beliau menjawab, “Berikan dia tujuh dirham (sisanya).”
Dari Ibnu Sirin bahwa Umar menghutangkan Ubay bin Ka’b 10.000 dirham. Kemudian Ubay bin Ka’b memberi hadiah kepadanya dari hasil buminya tapi beliau kembalikan, tidak menerimanya. Kemudian Ubay mendatangi dan mengatakan, “Sungguh penduduk Madinah mengetahui bahwa hasil panen saya termasuk yang terbaik dan kami tidak ada keperluan. Kenapa anda menolak hadiah kami? Kemudian setelah itu diberi hadiah dan diterima.
Dari Zur bin Hubaisy berkata, saya bertanya kepada Ubay bin Ka’b, “Saya akan pergi jihad ke Iraq? Maka beliau mengatakan, “Sesungguhnya anda akan mendatangi negara yang telah marak riba, kalau anda menghutangi kepada seseorang, dan dia mendatangi anda dengan hutang bersamanya hadiah. Maka anda pegang (ambil) hutang anda dan kembalikan hadiahnya.” Keduanya diriwayatkan oleh Atsram.
Diriwayatkan Bukhori dari Abu Burdah dan Abu Musa berkata, saya datang di Madinah, dan saya bertemu dengan Abdullah bin Salam dan menyebutkan hadits. Di dalamnya ada, kemudian dia mengatakan kepadaku, “Sesungguhnya anda di negara yang telah marak riba, kalau ada seseorang mempunyai hutang kepada anda, dan dia memberikan hadiah kepada anda dengan membawakan hasil bumi (tibn) atau membawakan gandum atau membawa rumput makanan hewan ternak. Jangan anda mengambilnya karena itu riba.” ( Silahkan lihat soal no. 49015 dan no. 147775.
Maka tidak diperbolehkan mengambil hadiah ini (dana pengembalian) tidak juga discount yang dipersembahkan oleh bank sebagai ganti dari mengisi pulsa pada waktu tertentu atau dengan dana tertentu.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait