Saya mempunyai seorang teman ia bekerja sebagai teknisi supervisi freeline, pada suatu kesempatan ia mensupervisi apartemen pada prosentase tertentu terhadap biaya terakhir, dan terjadi perbedaan dengan pelanggan disebabkan oleh point-point model, kramik, dan masalah pertukangan; hal itu karena pelanggan mengklaim bahwa harga yang dipatok lebih mahal dari harga pasar, teman saya pernah mendatangkan industri dari dari jalurnya dengan harga lebih murah dari harga pasar, misalnya dengan harga 5, dan ia berkata kepada pelanggan dengan harga 8. Modelnya pertamanya oke lalu pelanggan menolak, teman saya menawarkan perubahan model, akan tetapi pelanggan menolaknya, dan berkata: “Lanjutkan, akan tetapi kramik baru saja selesai pengerjaannya, adapun pertukangan yang disepakati adalah bahwa pelanggan akan menerimanya dari tukang kayu; karena dia telah menolak untuk membayar komisi prosentase untuk supervisi teman saya, pertukangan terdapat aib di dalamnya, sekarang pelanggan memesan sebagian dari prosentase teman saya, dan dana untuk model, kramik, dengan alasan bahwa mereka lebih mahal dari harga pasar, dan pertukangan dengan alasan karena ada cacatnya, dan ia berkata: “Sungguh dana yang dibayarkan kepada teman saya tidak dibolehkan, lalu apakah dana yang diambil oleh teman saya ini haram ?, dan jika haram lalu apakah mungkin ia kembalikan semuanya ?
Hukumnya Mensupervisi Finishing Apartemen Dari Biaya Terakhir
Pertanyaan: 296338
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Boleh bekerja untuk mensupervisi finishing apartemen dan pengelolaannya dengan imbalan yang diketahui, hal ini termasuk dalam bab jua’alah (royalti).
Namun tidak boleh imbalannya diambilkan sekian persen dari biaya terakhir, karena beberapa hal:
- Ketidakjelasan imbalan tersebut pada saat akad, hal ini merusak royalti dan persewaan menurut jumhur ulama fikih.
Telah disebut di dalam Asna al Mathalib (2/441): “Rukun keempat, royalti itu syaratnya dan di dalam redaksi lainnya syaratnya harus diketahui seperti harga sewa di dalam persewaan, kalau tidak jelas seperti pakaian, atau khamr, atau hasil curian, maka imbalan serupa wajib dibayarkan karena rusaknya akad karena ketidakjelasan royalti, atau karena najisnya dzatnya, atau karena tidak mampu diserahkan sebagaimana dalam persewaan.
Sisi rusak karena ketidakjelasannya tersebut, bahwa tidak butuh untuk diperkirakan, seperti persewaan, berbeda dengan pekerjaan dan pelakunya, dan karena hampir saja tidak bersemangat karena ketidaktahuan royaltinya, maka tujuan akad tidak tercapai”.
Di dalam Al Ma’aayiir as Syar’iyyah (261):
“Syarat royalti itu hendaknya diketahui, bisa dinilai secara syar’i, bisa diserahkan, jika royalti tersebut tidak diketahui, tidak resmi, atau tidak bisa diserahkan, maka wajib dibayar dengan royalti yang setara”.
- Bahwa dalam masalah ini keduanya memakan harta tanpa dasar yang benar, karena royalti itu imbalan dari pekerjaan, dan pekerjaan itu tidak berbeda dengan perbedaan biaya terakhir pada mayoritas keadaan, jika pekerja memilih bahan 100, maka supervisi dalam penyusuanannya tidak berbeda dengan supervisi penyusunan bahan 200, apa yang diambil oleh suvervisor di sini tidak benar.
- Karena hal ini bisa mengarah kepada dusta dan bersiasat, karena penambahan biaya finishing untuk menambah besaran prosentase –sebagaimana yang tertera di dalam pertanyaan- supervisior dalam hal ini memakan harta dengan batil sebanyak dua kali.
- Hal ini bisa menjadikan pekerja untuk memilih sesuatu, ada yang lebih utama darinya, untuk menjadikan prosentase yang diambil oleh supervisor menjadi sedikit.
Maka kami berpendapat untuk melarang gambaran ini, dan wajibnya menyempurnakan kesepakatan untuk dana tertentu yang menjadi imbalan dari supervisi.
Jika supervisior merasa khawatir akan membahayakan, atau lebih lama pada bahan tertentu, maka jadikanlah kesepakatan khusus yang bertumpu pada bahan tersebut, seperti berkata: “Upah jam supervisi atau hari supervisi sekian dengan jangka waktu sekian”.
Atau membuat kesepakatan untuk menaikkan upah supervisi untuk mengimbangi prediksi bahaya atau lebih lama pengerjaannya.
Kedua:
Diwajibkan bagi teman anda untuk mengambalikan dana yang diambil dengan batil kepada tukang, dan hal itu berbeda antara 5 dan 8 dari upah pekerja, lalu dari prosentasenya dia sendiri.
Hal itu karena supervisor di sini menjadi wakilnya mandor untuk merekrut para pekerja, dan seorang wakil itu tidak mengambil keuntungan tanpa sepengetahuan orang yang mewakilkan kepadanya, meskipun ia mampu mendapatkan harga lebih murah dari harga pasar.
Telah disebutkan di dalam Kassyaful Qana’ (3/477):
“Atau bekata orang yang mewakilkan kepadanya: “Belikan aku satu kambing seharga 1 dinar !”, lalu wakil tersebut membelikan harga 1 dinar dengan dua kambing, salah satunya seharga 1 dinar, atau wakil tersebut membeli 1 kambing seharga 1 dinar dan lebih murah, maka pembelian tersebut sah, dan tambahannya tetap menjadi milik orang yang mewakilkan kepadanya, berdasarkan hadits ‘Urwah bin Al Ja’d bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث معه بدينار ، يشتري له ضحية ، مرة ، وقال مرة : أو شاة ، فاشترى له اثنتين ، فباع واحدة بدينار ، وأتاه بالأخرى ، فدعا له بالبركة ؛ فكان لو اشترى التراب لربح فيه
“Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengutus orang dengan satu dinar untuk membelikan bagi beliau satu kambing qurban satu kali, dan berkata pada sisi lain atau seekor kambing, lalu ia membelikan untuk beliau 2 kambing, ia pun telah menjual salah satunya dengan 1 dinar dan ia (masih) membawa 1 kambing lainnya, seraya Nabi mendoakan keberkahan kepadanya, kalau saja ia membeli debu pun ia akan mendapatkan keuntungan”.
Jika temanmu mengembalikan selisih harga tersebut, maka semoga perbedaan antara dia dengan mandornya akan hilang.
Ketiga:
Tidak ada kewajiban apapun bagi teman anda terhadap bisnis tersebut; karena ia tidak mensupervisi untuk menerimanya, dan bagi sang mandor agar meninta kepada tukang untuk memperbaiki cara kerjanya.
Wallahu A’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam