Unduh
0 / 0

Pernikahan Mut’ah dan Pernikahan ‘Urfi (Adat)

Pertanyaan: 45663

Saya ingin menikah dengan seorang wanita muslimah, namun setelah tiga tahun, saya tidak ingin melakukan kesalahan bersamanya, maka saya ingin menikah dengannya secara urfi (adat) atau dengan nikah mut’ah hingga nantinya saya bisa menikahinya sesuai dengan syari’at. Maka apa yang seharusnya saya lakukan jika saya ingin menikahinya secara syar’i setelah pernikahan urfi atau mut’ah sebelumnya; karena saya termasuk seseorang yang takut kepada Allah, dan saya tidak mau terjerumus pada kesalahan, maka cara ini –menurut saya- lebih utama dan boleh dilakukan. Wallahu a’lam, maka apa yang seharusnya saya lakukan ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertanyaannya belum jelas,
pertanyaan penanya di atas mengandung lebih dari hanya sekedar sesuatu yang
berkaitan dengan niatnya dalam akad yang ditanyakan hukumnya; karena dia
sesekali mengatakan: “pernikahan ‘urfi” dan pada pada kesempatan yang lain:
“nikah mut’ah”, jika diketahui bahwa pernikahan ‘urfi mempunyai dua model
yang tidak asing lagi: maka pertanyaan tersebut mempunyai tiga gambaran, dan
kami akan menjawab semua kemungkinan dalam pertanyaan tersebut.

Adapun nikah mut’ah adalah
pernikahan dengan batasan waktu tertentu yang diketahui oleh kedua belah
pihak, dengan mas kawin tertentu, dan secara otomatis akad nikah akan
berakhir pada saat berakhirnya masa pernikahan tersebut.

Akad nikah pada nikah mut’ah
adalah akad yang haram dan tidak sah, dan telah dijelaskan sebelumnya pada
jawaban soal nomor: 1373, 2377
dan  6595.

Adapun nikah ‘urfi ada dua
gambaran:

Gambaran yang pertama:

Menikahi wanita secara sirri,
tanpa persetujuan walinya, jika demikian maka pernikahan tersebut adalah
akad yang diharamkan dan tidak sah juga; karena persetujuan wali adalah
termasuk dari syarat sahnya nikah.

Pada jawaban soal nomor:
2127, anda akan mendapatkan ringkasan yang penting
tentang syarat dan rukun nikah, syarat-syarat wali, dan pada jawaban soal
nomor: 7989 terdapat rincian lain yang juga sangat
penting tentang syarat wali pada sahnya pernikahan.

Gambaran yang kedua:

Menikah dengan persetujuan
mempelai wanita dan walinya, namun tanpa pengumuman dan diberitakan atau
tanpa tercatat dalam pengadilan agama atau pengadilan negeri, dengan syarat
tetap ada persaksian di dalamnya, jika demikian maka akad nikah tersebut
adalah akad yang benar dari sisi syarat dan rukun menikah, namun pernikahan
tersebut mengingkari perintah yang disyari’atkan yaitu; kewajiban
mengumumkan, tanpa adanya pencatatan akan menghilangkan hak-hak seorang
istri seperti mas kawin dan warisan, bisa juga ia hamil dan melahirkan anak,
maka bagaimana anak tersebut akan ditetapkan dalam pencatatan sipil ?, dan
bagaimanakah seorang wanita akan menanggung kehormatannya di hadapan banyak
orang ?

Hal ini sebagaimana diketahui
bahwa sebagaian ahli fikih berpendapat bahwa mengumumkan sebuah pernikahan
termasuk syarat sahnya pernikahan, pendapat tersebut tidaklah jauh dari
kebenaran, mereka beralasan bahwa dengan mengumumkan pernikahan akan bisa
dibedakan antara pernikahan dengan perzinaan, hal itu juga dikuatkan dengan
sabda Nabi –shallallhu ‘alaihi wa sallam-:

” فصْل ما بين الحلال والحرام الدف والصوت
في النكاح ” رواه الترمذي ( 1088 ) والنسائي ( 3369 ) وابن ماجه
( 1896 ) .
وحسَّنه الشيخ الألباني في ” إرواء الغليل ” ( 1994(

“Yang membedakan antara yang
halal dan yang haram adalah rebana dan suara dalam pernikahan”. (HR.
Tirmidzi: 1088, Nasa’i: 3369 dan Ibnu Majah: 1896 dan dihasankan oleh Syeikh
Albani dalam Irwa’ Ghalil: 1994)

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah
berkata:

“Yang tidak diragukan lagi
bahwa pernikahan yang disertai pengumuman adalah sah, meskipun tanpa
persaksian kedua orang saksi, adapun pernikahan yang tersembunyi namun
dengan persaksian saksi, hal ini termasuk yang perlu dilihat kembali, jika
pengumuman digabung dengan persaksian, maka inilah yang tidak ada perbedaan
akan sahnya, namun jika tidak ada persaksian dan pengumuman, maka pernikahan
tersebut batil menurut banyak orang, dan kalaupun ada perbedaan pendapat
hanya sedikit”.

(Al Fatawa Kubro: 3/191)

 Ibnul Qayyim berkata:

“Sungguh Allah dan Rasul-Nya
telah memberikan empat syarat tambahan dalam akad nikah yang akan memutuskan
tali syubhat perzinaan, seperti; pengumuman, wali, larangan wanita untuk
menjadi wali bagi dirinya sendiri, dan disunnahkan untuk menampakkan
pernikahan tersebut dengan rebana, suara dan walimah; karena tidak
mengindahkan ketiga hal itu akan menjadi penyebab terjadinya perzinaan yang
dikemas dengan pernikahan, dan hilangnya sebagian tujuan termasuk
pengingkaran terhadap hubungan suami istri”. (I’lamul Muwaqqi’in: 3/113)

Maksudnya bahwa jika
pernikahan itu dilakukan dengan sirri yang memungkinkan pihak wanita akan
hamil dan mempunyai anak lalu pihak suaminya akan mengingkari penisbatan
nasab dari anak tersebut kepadanya; karena tidak ada bukti apapun bahwa
wanita tersebut adalah istrinya, dan jika persaksian dan pengumuman
dilakukan maka tidak ada lagi yang perlu dihawatirkan.

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android