Unduh
0 / 0

Akan Bepergian Ke Negara Lain Dan Kembali Lagi Pada Hari Yang Sama, Apakah Diperbolehkan Berbuka?

Pertanyaan: 65629

Saya akan safar dari Amsterdam ke Paris dan kembali lagi pada hari yang sama, apakah saya dibolehkan untuk berbuka pada hari iru?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Orang safar termasuk orang yang diberi
keringanan Allah untuk berbuka di bulan Ramadan. Allah berfirman: “Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan  itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah:
185)

Tidak ada perbedaan dalam
safar, apakah berat atau mudah.

Para ulama berbeda pendapat
tentang ketentuan safar yang menyebabkan seseorang dibolehkan mengambil
rukhsah (dispensasi) safar, di antaranya
berbuka untuk orang puasa.

Mayoritas ulama berpendapat
bahwa standarnya adalah jarak, yaitu sekitar 80 Km. Sebagian lain
berpendapat – pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah- bahwa yang  menjadi standar adalah ‘urf
(kebiasaan), bukan jarak. Jika sebuah perjalanan secara umum  biasa  dikenal
sebagai safar, maka berlaku baginya hukum safar dalam agama. Tidak diragukan
lagi bahwa bepergian dari Amsterdam ke Paris menurut kebiasaan orang
dikatakan safar, meskipun kembali pada hari yang sama.

Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata dalam kitab Syarhu Al-Mumti, 4/257 berkaitan
dengan seseorang yang keluar dalam jarak yang panjang dengan waktu pendek.
Beliau berkata: “Waktu   pendek namun jaraknya jauh seperti dari Qasim ke
Jeddah dan langsung kembali pada hari itu juga, hal ini tetap dinamakan
safar, karena untuk itu  orang-orang bersiap-siap dan mereka menganggapnya
sebagai safar.” 

Dan jarak antara Qasim dan
Jeddah sekitar 900 Km. Maka dengan demikian, siapa yang bepergian dari
Amsterdam ke Paris dan kembali pada hari yang sama, dia adalah musafir
menurut kedua pendapat. Baik yang menetapkan safar berdasarkan jarak maupun
kebiasaan.

Apakah yang lebih utama
baginya berpuasa atau berbuka?

Jawab: Yang lebih utama
baginya adalah berpuasa, kecuali kalau payah, maka yang lebih baik adalah
berbuka.

Syekh Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata: “Lebih baik bagi musafir berpuasa kecuali kalau
merasa berat, maka dia boleh berbuka.

Mengenai dalil bahwa
berpuasa lebih utama, adalah sebagai berikut,

Pertama, Bahwa hal itu
merupakan prilaku Rasul sallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Darda
radhiallahu’anhu berkata: “Kami bersama Nabi sallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam kondisi terik panas sampai salah seorang di antara kami
menaruh tangannya di atas kepalanya karena teriknya panas. Dan diantara kami
tidak ada yang berpuasa selain Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
dan Abdullah bin Rawahah.” (HR. Muslim)

Kedua, berpuasa akan
memudahkannya, karena orang pada umumnya lebih merasa berat mengqada
dibandingkan menunaikan pada waktunya. Karena berpuasa di bulan Ramadan,
berbarengan dengan orang-orang yang berpuasa di dalamnya, sehingga hal itu
lebih mudah baginya.

Allah Azza Wa Jalla
ketika mewajibkan puasa kepada hamba-Nya berfirman: “Allah mengingikan 
kepada kalian kemudahan dan tidak menginginkan kepada kalian kesulitan.”

Ketiga, karena kalau dia
berpuasa pada bulan Ramadan dalam safar, maka hal itu berarti dia lebih
cepat melepaskan tanggungannya, karena seseorang tidak tahu apa yang akan
terjadi setelah Ramadan. Maka dengan bepuasa lebih mempercepat baginya
melepaskan tanggungannya.

Ada juga manfaat keempat,
yaitu bahwa kalau dia berpuasa di bulan Ramadan, maka dia telah menunaikan
pada waktu yang utama, yaitu Ramdan.

Akan tetapi, jika seorang
musafir merasakan berat, dianjurkan tidak berpuasa dalam safar. Karena  Nabi
sallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kerumunan dan seseorang dinaungi
(dipayungi), beliau bersabda: “Ada apa?” mereka menjawab: “Dia (sedang)
berpuasa. (Nabi sallallahu’alaihi wasallam) bersabda: “Bukan dari
kebaikan, berpuasa dalam safar.”

Beliau mengatakan hal itu
bagi orang yang berpuasa dalam safar dalam keadaan dirinya merasa berat.
Oleh karena itu, ketika suatu hari singgah di suatu tempat, orang-orang
puasa (pada) tak berdaya karena mereka letih, sementara orang-orang berbuka
mendirikan tenda dan memberi minuman kepada para penumpang, Nabi
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang-orang yang berbuka hari
ini pergi (mendapatkan) pahala.” (HR. Muslim)

Majmu’ Fatawa Syekh Ibnu Utsaimin,
19/soal no.112.

wallahu ‘alam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android