Saya orang Jepang non muslim, dan saya punya teman muslim yang baru saja masuk islam. Dia ingin menunaikan haji, akan tetapi di salah satu kakinya ada luka besar. Tidak mampu berjalan kecuali dengan tongkat penyangga, apakah dia (boleh) berhaji?
Orang Sakit Pergi Haji
Pertanyaan: 965
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Allah Ta’ala berfirman dalam Kitab yang Mulia,
( وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ) آل عمران/97 “
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” SQ. Ali Imron: 97.”
Pembahasan para ulama’ terkait dengan kemampuan sekitar adanya kendaraan yang dapat menyampaikan (ke Mekkah), biaya di perjalanan pulang pergi setelah meninggalkan biaya keluarganya dan orang yang menjadi tanggungannya selama ketidak hadirannya. Setelah melunasi kewajiban hutangnya serta sehat, aman diperjalanan dan mahrom bagi wanita.
Ketika masalah teman anda yang muslim itu sekitar masalah kesehatan, maka kita perlu melihat sebentar.
Telah ada dari Ikrimah rahimahullah terkait dengan penafsiran ayat tadi, ucapanya perjalanan adalah kesehatan (tafsir Ibnu Katsir surat Ali Imron ayat 97).
Sehingga keselamatan badan dari penyakit dan kekurangan yang menghalangi haji merupakan syarat diwajibkannya haji. Kalau sekiranya seseorang sakit menahun atau ditimpa penyakit permanen atau stroke atau orang tua yang tidak memungkinkan berpindah-pindah, maka dia tidak diwajibkan menunaikan kewajiban haji. Barangsiapa yang mampu menunaikan haji dengan bantuan orang lain, maka dia wajib haji kalau dia mudah mendapatkan orang yang membantunya (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 17/34).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Terkait dengan kemampuan ada beberapa bagian, terkadang seorang mampu sendiri, terkadang dengan orang lain. Sebagaimana telah ditetapkan dalam kitab hukum (tafsir di tempat tadi).
Barangsiapa yang tertimpa penyakit yang menghalangi dari berhaji yang tidak ada harapan sembuh, maka dia harus mencari pengganti untuk menghajikan dirinya. Sementara kalau dia terkena penyakit yang ada harapan sembuh, maka ditunggu sampai sembuh kemudian menunaikan haji sendiri. Dan tidak diperbolehkan mewakilkan kepada orang untuk menghajikan dirinya (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 17/34).
Dari penjelasan tadi, maka telah jelas jawaban dari pertanyaan anda wahai penanya yang mulia. Agar anda dapat memberitahukan kepada teman anda yang muslim. Tidak lupa juga kami berterima kasih atas perhatian anda terkait dengan hukum agama dalam masalah ini yang terkait dengan rukun kelima dari rukun Islam. Dan saya berikan kesempatan bagi anda untuk mengajak kepada anda agar bergabung dengan masuk di kafilah yang agung ini, yaitu kafilah Islam.
Wassalam .
Refrensi:
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid