Unduh
0 / 0
16,65308/10/2011

Hukum Menyembelih Hewan Kurban Yang Terpotong Ekor Atau Pangkal Ekornya (pantat), Dan Apa Hukumnya Jika Tidak Mendapati Hewan Kurban Yang Sehat Dan Selamat Dari Aib ??

Pertanyaan: 160316

Saya telah membaca jawaban pada fatwa nomer 37039, akan tetapi di sini di Afrika selatan kami bergantung kepada orang non Muslim untuk mendapatkan binatang kurban, dan sudah menjadi kebiasaan mereka para petani memotong ekor hewan ternak mereka semenjak kecil; agar hewan-hewan ternak mereka cepat besar dan gemuk, maka dari itu sulit bagi kami untuk mendapatkan hewan – hewan yang tidak terpotong ekornya, maka apakah diperbolehkan bagi kami membeli hewan – hewan ini dan berkurban dengannya ? Semoga Allah membalas kebaikan anda dengan sebaik – baik balasan.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Yang pertama:
Hendaklah dan harus dibedakan antara yang terpotong ekornya dan terpotong
pantat atau pangkal ekornya dari hewan kurban, karena sesungguhnya
terpotongnya ekor tidak akan berpengaruh terhadap kesehatan hewan kurban,
berbeda dengan terpotong pantatnya; berdasarkan pendapat ulama’ yang paling
Rojih. Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata : “Dan diperbolehkan hewan kurban
yang Al Batra’ yaitu yang tidak memiliki ekor, meski tidak adanya ekor ini
pembawaan sejak lahir atau karena dipotong. Karena kekurangan ini tidak
mempengaruhi pertumbuhan daging, dan tidak menggugurkan maksud dan tujuan
orang yang berkurban dan juga dengan adanya kekurang sempurnaan tadi tidak
ada pelarangan ” Dinukil dari kitab Al Mughni dengan sedikit perubahan
(372/13 ). Ibnu Qudamah juga berkata : “ Dan tidak diperkenankan pada hewan
kurban yang terputus anggota tubuhnya seperti pantatnya atau pahanya ”. Al
Mughni (371/13 ).

 Syaikh Al
‘Utsaimin berkata : “Al Batra’ yaitu yang tidak memiliki ekor baik semenjak
lahir atau pada saat dewasa ( karena sengaja dipotong ) tidak membatalkan
ibadah berkurban, adapun yang terputus pantat atau pahanya maka hal ini
tidak diperbolehkan; karena tujuan berkurban itu adalah daging yang berada
di paha karena tempat inilah yang memiliki bobot harga”. Atas dasar ini maka
kambing yang jenis Domba bila terpotong pantat atau pahanya maka dilarang
untuk dikurbankan sedangkan kambing yang jenis Kacang apabila terpotong
ekornya diperkenankan untuk dikurbankan. “ Syarh Al Mumti’ ” ( 435/7 ).
Beliau juga berkata : “ Adapun hewan yang terpotong pantatnya maka para
Ulama’ berkata : Tidak diperbolehkan dengan hewan yang terpotong pantat atau
pangkal pahanya karena pangkal paha ini adalah anggota badan yang berguna
dan tujuan dijadikannya sebagai hewan kurban karena di sinilah letak daging,
berbeda dengan ekor baik ekor kambing kacang, ekor sapi dan ekor unta,
karena ekor bukan merupakan maksud tujuan dikurbankannya seekor hewan.
Karena itu ekor biasanya dipotong dan dibuang, hal semacam ini terjadi pada
ekor kambing Australia ekornya sama sekali tidak sama dengan paha akan
tetapi menyerupai ekor sapi, dan ekor ini bukan maksud dikorbankannya
kambing tersebut, sehingga diperbolehkan berkurban dengan kambing Australia
karena meski ekornya terpotong namun tidak merugikan sedikitpun ”. Diambil
dari “Jalasatul Hajj” halaman 108, sebagaimana yang telah dinukilkan dan 
disebutkan sebelumnya pada Fatwa al Lajnah ad Daaimah tentang pengharaman
berkurban dengan hewan
yang terpotong pahanya, pada jawaban soal (37039).

Yang kedua : Wajib
bagimu berusaha sekuat tenaga mencari hewan kurban yang tidak cacat, dan
tidak diperkenankan berkurban dengan kambing yang terpotong pahanya selama
masih memungkinkan mendapatkan hewan kurban yang  sehat dan selamat dari
cacat. Dan jika tidak memungkinkan bagi anda untuk mendapatkan kambing yang
baik, maka dalam kondisi semacam ini disyariatkan berpindah ke jenis
binatang kurban yang lain yang layak dipergunakan untuk kurban, dengan anda
meninggalkan domba yang cacat dan memiliki aib ini lalu berganti menyembelih
kambing jenis kacang jika anda mendapatinya tanpa aib, atau anda menyembelih
sapi atau yang sepadan dengannya yaitu kerbau, atau unta. Maka ditentukan
tujuh orang, yang ingin patungan membeli seekor sapi atau unta, dan barang
siapa yang ingin bertathawwu’ atau berbuat kebajikan maka ia berkurban
dengan seekor sapi atau unta secara mandiri tanpa ikut serta yang lain, dan
baginya pahala atas apa yang telah disedekahkan, dan apabila yang ingin
patungan berkurban ini kurang dari tujuh orang maka bagi mereka pahala atas
apa yang telah mereka lakukan akan tetapi jika orang yang ingin patungan
untuk membeli sapi atau unta lebih dari tujuh orang, hal ini tidak
diperbolehkan dan dilarang oleh Syari’at.

  Adapun apabila
sulit untuk mencari domba yang tidak terpotong paha dan pantatnya, karena
semua domba yang terdapat di negara tersebut kondisinya semacam ini, dan
tidak memungkinkan untuk berkurban dari jenis ternak yang lain melainkan
domba – domba tadi sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, maka
yang jelas dalam kondisi semacam ini diperbolehkannya berkurban dengan hewan
– hewan ternak tadi, khususnya jika pemilik ternak tadi melakukannya demi
kemashlahatan ternaknya dan tidak ada maksud untuk menjadikan ternaknya
cacat sehingga mengurangi kadar dan bobot dagingnya. Karena sesungguhnya
pelarangan Syari’at pada kondisi seperti ini akan mengakibatkan pengkebirian
terhadap tersebarnya satu Syi’ar dari Syi’ar – Syi’ar Islam. Dan
kemashlahatan mensyi’arkan ibadah berkurban ini lebih agung dari pada
mafsadah atau aib yang terdapat pada binatang ternak yang cacat, dan para
Ulama’ telah menetapkan Kaidah : “Kemudahan sebuah perkara tidak akan
digugurkan dengan kesulitan – kesulitan”. Maksudnya adalah sesungguhnya
sesuatu yang tidak mudah melakukannya sesuai dengan apa yang diwajibkan,
akan tetapi terdapat kemudahan dalam melakukan sebagiannya, maka amalan tadi
tidak serta merta menjadi gugur atau tidak dilakukan sama sekali, akan
tetapi dikerjakan atas dasar kemampuan dan kesanggupan. Dan kaidah ini
bersumber dari sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :

(
إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ ) ، رواه
البخاري (7288) ، ومسلم (1337)

( Jika aku
perintahkan sesuatu kepada kalian maka kerjakanlah darinya apa yang kalian
mampu melakukannya ) Hadits riwayat Bukhori (7288), dan Muslim (1337),

Dan
bisa dilihat pada kitab : “ AL Asybah wa An Nadhooir ” Karangan Imam As
Suyuthi halaman 159. Dan Al ‘Izz bin Abdus Salaam berkata : “ Barang siapa
diberikan beban untuk melakukan sebuah ketaatan kepada Allah lalu dia hanya
mampu melakukan sebagiannya saja dan merasa lemah dalam melakukan yang lain,
maka sesungguhnya yang patut dia lakukan adalah mengerjakan yang mampu saja
dan menjadi gugur kewajibannya apa yang sulit untuk dia lakukan”. Dari kitab
“ Qowa’idul Ahkam” (7/2).

Wallahu A’lam..

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android