Unduh
0 / 0
19,09512/06/2013

Istri Meminta Kepada Suaminya Agar Bersumpah Atas Kitab Allah Bahwa Sesungguhnya Apabila Dia Kembali Mengkonsumsi Zat-zat Yang Diharamkan Maka Dirinya Haram Untuk Dijamah Suaminya, Dan Belakangan Diragukan Sang Suami Kembali Mencoba-coba Dan Mengkons

Pertanyaan: 198294

Suami saya selalu membuat saya capek, dan kehidupan kami selalu diliputi keresahan dan gundah gulana. Penyebabnya adalah karena dia senantiasa mengkonsumsi obat-obatan terlarang, seperti : extasi, ganja, heroin, pil koplo dan zat-zat psikotrapika lainnya yang memabukkan dan bisa membuat hilang kesadaran, dan setiap kali selesai dia mengkonsumsi zat-zat tersebut pasti terjadi masalah dalam rumah tangga, sedang hal tersebut membahayakan dan mengganggu anak-anak secara psikologis, dan jadilah kehidupan ini hitam berarak bagaikan mendung, dan seperti biasa disetiap penghujung pertengkaran dia pasti berjanji untuk tidak mengulangi kembali mengkonsumsi zat-zat memabukkan dan akan selalu perhatian kepada urusan rumah tangga dan anak-anak, akan tetapi secara derastis dia akan balik seratus delapan puluh derajat kepada kebiasaan lamanya, dan perlu diketahui biasanya untuk mengingatkannya saya menggunakan pendekatan cara memberikan motivasi dan juga ancaman akan tetapi pasti hasilnya nihil tanpa guna dan faedah.

Dan sekitar satu bulan belakangan ini sebab terpaksa dan darurat karena sesungguhnya hal ini adalah pilihan antara kesenangan dan obat-obatan terlarang yang dikonsumsinya dan antara kehidupan kami dan kelanjutannya, dan dalam rangka memberikan ancaman kepadanya : saya meminta kepada suami saya untuk bersumpah atas kitab Allah agar dia meninggalkan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan berbagai macam ragamnya agar dia meninggalkan sama sekali dan tidak kembali mengkonsumsinya dalam kondisi apapun, dan jika dia sampai kembali mengkonsumsinya maka diri saya haram disentuh olehnya, dan sebelum dia mengucapkan sumpah saya menjelaskan kepadanya akan bahaya orang yang mengingkari sumpahnya sendiri dan apa yang saya niatkan agar dia bersumpah, lalu diapun menjawab saya : bahwa sesungguhnya sumpah itu akan kembali kepada niat orang yang mengucapkan sumpah dan hal dijadikan sumpah, dan saat itu terjadilah dia mengucapkan sumpah atas Kitab Allah sebagaimana yang saya membimbingnya dan Alhamdulillah kehidupan keluarga kami berbalik menuju kebahagiaan, sekiranya perasaan aman kepadanya ini kembali lagi seperti sedia kala setelah keamanan dari Allah tentunya.

Akan tetapi kemarin dia kembali pulang kerumah dengan kondisi mabuk extasi, dan saya bergumam pada diri saya : mungkin syetan telah membisikkan godaannya kepadaku, akan tetapi interaksinya dan prilakunya serta kondisi dirinya meyakinkan dan menguatkan dugaan dan kehawatiran saya, dan ketika saya menatapnya dan mengungkapkan kegundahan saya akan sikapnya dia mengelak dan malah mencaci maki saya dengan mengatakan bahwa saya tidak lagi memiliki kepercayaan padanya sehingga terjadilah percekcokan yang panjang diantara kami dan saya akhirnya mengingatkannya akan sumpahnya dan saya menjadi haram untuk disentuh olehnya, akan tetapi dia masih tetap ngotot bahwasannya dia tetap menepati janjinya, dan saya tahu betul tentang dia karena kami adalah suami istri yang telah berumah tangga semenjak sembilan tahun, bagi saya dia bagaikan sebuah kitab, saya bisa membaca dan mengulasnya dengan jelas.

Yang penting saya telah berusaha mempercayainya dan menggugurkan prasangka saya pribadi, meski saya yakin 99% bahwa dia sedang mabuk, meski dia masih ngotot dan tidak mau mengakui bahwa dia sedang mabuk, maka apakah diri saya sekarang sudah berlaku menjadi haram baginya ? dan apabila tidak seperti itu, terus apa kaffarat dari sumpahnya ? dan apakah sumpah dengan model semacam ini diperbolehkan ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama :

Ucapan seorang
suami kepada istrinya : Kamu haram bagiku, atau engkau haram atasku jika
melakukan ini dan itu, atau yang semacamnya dari lafadl-lafadl pengharaman ;
sesungguhnya para ulama’ telah berbeda pendapat dalam hal tersebut tentang
hukumnya, maka diantara mereka ada yang menyikapi bahwasannya lafadz
tersebut masuk kategori dzihar, dan sebagian lagi dari mereka memasukkan
dalam kategori Talak. Dan pendapat yang rojih dari yang demikian adalah
sesungguhnya semua dikembalikan kepada niat sang suami, maka jika dia
berkehendak manjatuhkan talak maka hal itu dihukumi talak, dan jika
berkehendak dzihar dari ungkapan tersebut maka dihukumi dzihar, dan jika
tidak menginginkan apapun dari ungkapan tersebut atau menginginkan penolakan
terhadap istrinya : maka hal itu masuk kategori yamin atau sumpah. Dan
sesungguhnya kami menyebutkan disetiap kondisi perlu dilihat niatnya, karena
sesungguhnya sebagian manusia akan mengatakan : saya tidak bermaksud
menceraikan, padahal kenyataannya dia berkeinginan berpisah dengan istrinya,
dan tidak lagi ingin tinggal menetap bersamanya dan jelas hal ini bermaksud
talak. Bisa dilihat jawaban soal nomer : ( 126458 )
dan nomer :  ( 81984 ).

Dari sini, maka
ucapan suami kepada anda : ( jika dia kembali kepada kebiasaannya dan anda
haram baginya ), dan nyatanya memang dia kembali ke prilakunya yang lama
sebagaimana yang anda ungkapkan ; maka semuanya dikembalikan kepada niatnya
sebagaimana yang diterangkan diatas, maka jika dia berniat menceraikan atau
berniat berpisah dengan anda ; berarti dia telah menceraikan anda dengan
satu talak, dan jika dia berniat dzihar maka hal itu menjadi dzihar, namun
jika dia tidak berniat apapun dari apa yang diungkapkan maka hal itu menjadi
sumpah yang harus dia berikan kaffaratnya atau tebusannya.

Kedua :

Adapun perkataan
anda dan suami anda : ( sumpah itu berdasarkan niat orang yang bersumpah ) ;
maka hal tersebut benar adanya : sesungguhnya jika orang yang bersumpah
tersebut orang dzalim, maka tidak ada guna dan faedah niatnya, dan dia tidak
patut menggunakannya untuk Tauriyyah yaitu mengungkapkan sesuatu tapi
memiliki maksud yang berbeda didalam hati yang tidak dinampakkan, apalagi
yang demikian tersebut ditujukan untuk menegakkan kebenaran dari kebatilan,
atau membatalkan hak yang wajib baginya.

Jadi, apabila yang
bersumpah tersebut seorang Qadli, dan dia bersumpah dalam otorita haknya,
atau kesaksian orang yang bersaksi dihadapannya, maka sumpah yang
diperintahkan Qadli untuk mengutarakannya dihadapan qadli ; diperhitungkan
sumpahnya atas niat dan kehendak qadli, dan dalam hal ini tidak berlaku
tauriyah, Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “ Dan hal ini menjadi
kesepakatan para Ulama’ ” .

عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : ( الْيَمِينُ عَلَى نِيَّةِ الْمُسْتَحْلِفِ ) رواه مسلم

        (1653
) .(
وفي رواية له : ( يَمِينُكَ عَلَى مَا يُصَدِّقُكَ عَلَيْهِ
صَاحِبُكَ

Dari Abu Hurairah
dia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : ( Sumpah itu
sesuai dengan niat orang yang mengambil sumpah ). Hadist riwayat Muslim (
1653 ) dan riwayat dari Imam Muslim yang lain : ( Sumpahmu adalah atas apa
yang sahabatmu mempercayaimu karenanya ) dan bisa dilihat pada : “ Syarh
Shahih Muslim ” oleh Imam An Nawawi ( 11 / 117 ). Dan untuk menambah faedah
pengetahuan bisa dilihat jawaban soal nomer : ( 83093
), nomer : ( 27261 ), nomer : (
45865
).

Kesimpulannya :

Sesungguhnya tidak
ada peluang bagi niat seorang istri dalam menentukan sisi pengharaman yang
terdapat pada sumpah suami : jika memang hal itu diniatkan sebagai talak,
atau yang lainnya ; maka apabila dalam melontarkan ungkapan itu dia
berkehendak untuk menceraikannya, maka tidak diperkenankan bagi seorang
istri mengatakan kepada suaminya : sesungguhnya saya melakukan itu semua
hanya niat dhihar saja, dan apabila dia berniat melakukan itu hanya sekedar
sumpah, untuk melarang atau memberikan anjuran dan tidak ada maksud dalam
melontarkan perkataan yang demikian tersebut keinginan bercerai atau
berpisah dengan istrinya : maka tidak diperkenankan bagi istri mengatakan :
sesungguhnya saya hanya bermaksud perceraian dan perpisahan.

Ketiga :

Apabila anda sangat
yakin dengan kondisi suami anda, sebagaimana yang anda ungkapkan diatas dan
suami anda mengingkari yang demikian tersebut, maka perkataan yang dibuat
acuan adalah ungkapan yang nampak dalam hukum ; akan tetapi hal tersebut
berkaitan dengan hubungan antara anda dan Tuhan anda, anda wajib melakukan
atas dasar keyakinan anda ; maka apabila dalam melontarkan ungkapan tersebut
dia niatkan untuk bercerai, maka sungguh telah jatuh talak atas diri anda
sebagaimana yang telah dijelaskan secara detail sebelumnya ; dan jika itu
talak yang pertama atau kedua : maka tidak ada masalah bagi anda karena dia
masih punya hak untuk merujuk anda ; baik hal itu diungkapkan dengan
perkataan atau dengan perbuatan yang mengarah kepada prilaku rujuk dengan
niat melakukan rujuk. Maka hendaknya anda memperhatikan hitungan jumlah
ungkapan talak yang dia lontarkan.

Akan tetapi jika
lontaran ungkapan talak tersebut merupakan talak yang ketiga : maka istri
telah menjadi talak bain dari suaminya, maka tidak halal bagi seorang istri
untuk menyerahkan dirinya kepada suaminya, meskipun sang suami mengingkari
akan hal tersebut dihadapan hakim. Dan hal semacam itu yang kerap terjadi :
jikalau ini merupakan ungkapan talak yang pertama lalu dia mengingkarinya
kemudian setelah itu dia melontarkan ungkapan talak dua kali ; maka istri
telah menjadi talak bain dari suaminya karena hal demikian.

Ibnu Qudamah
Rahimahullah berkata :

“ Apabila seorang
istri memberikan pengakuan bahwa suaminya telah menceraikannya, lalu sang
suami mengingkari perkataan istrinya maka yang diambil sebagai dasar adalah
pengakuan suami ; karena sesungguhnya kaidah dasarnya adalah ketetapan
pernikahan dan tidak ada perceraian ; melainkan jika istri mempunyai bukti
terhadap apa yang dia kemukakan ”.

Dan apabila suami –
istri berselisih tentang jumlah talak yang telah dilontarkan : maka yang
diambil sebagai dasar adalah perkataan suami sebagaimana yang telah kami
sebutkan sebelumnya, jika suami telah mentalak tiga kali dan istri mendengar
hal tersebut, sedang suami mengingkarinya, atau yang demikian tersebut
disaksikan oleh dua orang saksi yang adil ; maka tidak halal bagi seorang
istri untuk menyerahkan dirinya kepada suaminya, dan wajib baginya untuk
menghindari suaminya sebisa mungkin, dan menolak hasrat suami apabila dia
menghendaki untuk berhubungan suami istri dengannya, bahkan dia harus
melawan jika dia mampu dan suami bersikeras dalam hal tesebut. Imam Ahmad
Rahimahullah berkata : Tidak ada keleluasaan bagi istri untuk tinggal
bersama suaminya, beliau juga mengatakan : dia harus melawan dengan sesuatu
yang dia mampu melakukannya jika memang suami memaksa untuk itu.

Dan jika istri
dipaksa atas yang demikian ; maka janganlah dia berhias untuk suaminya,
tidak mendekatinya, dan dia harus meninggalkannya jika memang mampu untuk
melakukannya. Dan apabila ada dua orang saksi yang adil dan terbebas dari
tuduhan yang menguatkan argumennya : maka hendaklah istri tidak lagi tinggal
bersama suaminya lagi. Dan ini merupakan pendapat kebanyakan para ulama’.

Jabir bin Zaid,
Hammad bin Abi Sulaiman dan Ibnu Sirin berkata : hendaknya istri sebisa
mungkin berlari meninggalkan suaminya dan melawannya dengan segala
kemungkinan yang bisa dia lakukan. At Tsauri, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Abu
Ubaid dan Malik berkata : hendaknya istri tidak berhias untuk suaminya dan
tidak menampakkan kepadanya sedikitpun rambut serta bagian auratnya yang
lain, dan ketika suami menggaulinya maka hal itu tidak terjadi melainkan
istri dalam kondisi terpaksa. Dan diriwayatkan dari Al Hasan, Az Zuhri dan
An Nakho’i : yang demikian harus diingkari kemudian dosanya ditimpakan
kepada suami.

Dan pendapat yang
paling shahih adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh para pendahulu ;
karena sesungguhnya sang istri ini telah mengetahui bahwasannya dia telah
menjadi orang lain bagi mantan suaminya maka wajib atasnya menolak keinginan
suaminya dan berlari meninggalkannya sebagaimana perempuan-perempuan yang
tidak muhrim lainya ”. Demikian sebagaimana yang terdapat dalam “ Al Mughni
” ( 7 /503 ).

Kesimpulannya :

Sesungguhnya dalam
pengharaman suami anda adalah niatnya : maka jika dia niat bercerai atau
berpisah : maka hal itu dihitung sebagai perceraian, dan jika dia meniatkan
dzihar, maka terjadi dzihar, dan jika dia tidak memiliki niat apapun dalam
ungkapannya : maka hal itu masuk sebagai sumpah yang dia wajib membayar
kaffaratnya. Dan apabila anda dengan penuh keyakinan bahwasannya suami anda
melakukan apa yang dia telah bersumpah atasnya, maka anda wajib berhati-hati
dan menghitung jumlah ungkpan talak yang telah dilontarkan sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya.

Dan lihat tentang
hukum bersumpah dengan yang diharamkan ; jawaban soal nomer : (
152170 )

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android