Unduh
0 / 0
415403/10/2014

Satu Malam Di Rumah Nabi

Pertanyaan: 222532

Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعُ نِسْوَةٍ ، فَكَانَ إِذَا قَسَمَ بَيْنَهُنَّ لَا يَنْتَهِي إِلَى الْمَرْأَةِ الْأُولَى ، إِلَّا فِي تِسْعٍ ، فَكُنَّ يَجْتَمِعْنَ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي بَيْتِ الَّتِي يَأْتِيهَا ” ، فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ ، فَجَاءَتْ زَيْنَبُ ، فَمَدَّ يَدَهُ إِلَيْهَا ، فقَالَت : هَذِهِ زَيْنَبُ ، فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ فَتَقَاوَلَتَا ، حَتَّى اسْتَخَبَتَا وَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ ، فَمَرَّ أَبُو بَكْرٍ عَلَى ذَلِكَ فَسَمِعَ أَصْوَاتَهُمَا ، فقَالَ : اخْرُجْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِلَى الصَّلَاةِ وَاحْثُ فِي أَفْوَاهِهِنَّ التُّرَابَ ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فقَالَت عَائِشَةُ : الْآنَ يَقْضِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ فَيَجِيءُ أَبُو بَكْرٍ ، فَيَفْعَلُ بِي وَيَفْعَلُ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، صَلَاتَهُ أَتَاهَا أَبُو بَكْرٍ ، فقَالَ لَهَا قَوْلًا شَدِيدًا ، وَقَالَ : أَتَصْنَعِينَ هَذَا ” .

“Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mempunyai sembilan istri, ketika beliau membagi hari kepada mereka, maka beliau tidak kembali lagi ke istri yang pertama kecuali setelah giliran hari bagi istri beliau yang kesembilan. Mereka semua berkumpul pada setiap malamnya di rumah salah satu istri yang beliau datangi. Suatu ketika beliau sedang di rumah Aisyah maka datanglah Zainab, maka beliau mengulurkan tangan beliau kepadanya. Aisyah berkata: “Dia adalah Zainab”, maka Nabi pun menarik kembali tangan beliau. Keduanya pun saling bercakap-cakap sampai terdengar ramai suaranya. Lalu terdengar suara adzan, kemudian Abu Bakar melewati rumah tersebut dan mendengar suara mereka berdua dan berkata: “Wahai, Rasulullah keluarlah menuju shalat, dan tutuplah mulut mereka dengan debu (menunjukkan peringatan yang keras)”. Maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun keluar, dan Aisyah berkata: “Sekarang Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- keluar menunaikan shalat”. Abu Bakar pun menghampiri saya (Anas bin Malik) dan marah, maka setelah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyelesaikan shalat, Abu Bakar menemui Aisyah dan menasehatinya dengan perkataan yang keras: “Apakah seperti itu yang kamu lakukan ?!”.

Pertanyaan saya adalah:

1. Apa yang dimaksud oleh Abu Bakar ketika mengatakan: “Lemparkan debu kepada mulut mereka” ?

2. Kenapa Zainab mendatangi rumah Aisyah padahal hari itu adalah harinya Aisyah –radhiyallahu ‘anhunna- ?

3. Kenapa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengulurkan tangan beliau kepada Zainab lalu beliau menahannya ?

4. Apa maksud dibalik bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengulurkan tangan beliau ke Zainab ?

5. Bagaimanakah makna hadits secara rinci ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Imam Muslim (1462)
meriwayatkan dari Anas –radhiyallahu ‘anhu- berkata:


كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعُ نِسْوَةٍ ، فَكَانَ
إِذَا قَسَمَ بَيْنَهُنَّ ، لَا يَنْتَهِي إِلَى الْمَرْأَةِ الْأُولَى إِلَّا
فِي تِسْعٍ ، فَكُنَّ يَجْتَمِعْنَ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي بَيْتِ الَّتِي
يَأْتِيهَا ، فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ ، فَجَاءَتْ زَيْنَبُ ، فَمَدَّ
يَدَهُ إِلَيْهَا ، فَقَالَتْ : هَذِهِ زَيْنَبُ ، فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ ، فَتَقَاوَلَتَا حَتَّى اسْتَخَبَتَا ،
وَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ ، فَمَرَّ أَبُو بَكْرٍ عَلَى ذَلِكَ ، فَسَمِعَ
أَصْوَاتَهُمَا ، فَقَالَ : اخْرُجْ يَا رَسُولَ اللهِ إِلَى الصَّلَاةِ ،
وَاحْثُ فِي أَفْوَاهِهِنَّ التُّرَابَ ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ : الْآنَ يَقْضِي النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ ، فَيَجِيءُ أَبُو بَكْرٍ فَيَفْعَلُ بِي
وَيَفْعَلُ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلَاتَهُ ، أَتَاهَا أَبُو بَكْرٍ ، فَقَالَ لَهَا قَوْلًا شَدِيدًا ، وَقَالَ
: أَتَصْنَعِينَ هَذَا ؟!
” .

“Bahwa Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- mempunyai sembilan istri, ketika beliau membagi hari
kepada mereka, maka beliau tidak kembali lagi ke istri yang pertama kecuali
setelah giliran hari bagi istri beliau yang kesembilan. Mereka semua
berkumpul pada setiap malamnya di rumah salah satu istri yang beliau
datangi. Suatu ketika beliau sedang di rumah Aisyah maka datanglah Zainab,
maka beliau mengulurkan tangan beliau kepadanya. Aisyah berkata: “Dia adalah
Zainab”, maka Nabi pun menarik kembali tangan beliau. Keduanya pun saling
bercakap-cakap sampai terdengar ramai suaranya. Lalu terdengar suara adzan,
kemudian Abu Bakar melewati rumah tersebut dan mendengar suara mereka berdua
dan berkata: “Wahai, Rasulullah keluarlah menuju shalat, dan tutuplah mulut
mereka dengan debu (menunjukkan peringatan yang keras)”. Maka Nabi
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun keluar, dan Aisyah berkata: “Sekarang
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- keluar menunaikan shalat”. Abu Bakar
pun menghampiri saya (Anas bin Malik) dan marah, maka setelah Nabi
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyelesaikan shalat, Abu Bakar menemui
Aisyah dan menasehatinya dengan perkataan yang keras: “Apakah seperti itu
yang kamu lakukan ?!”.

Hadits shahih di atas
menjelaskan kepada kita semua bahwa beliau berlaku baik dalam menemani para
istrinya –radhiyallahu ‘anhun- dan bergaul dengan mereka dengan ma’ruf
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah –Ta’ala-.

Hadits yang shahih ini
menjelaskan kepada kita bagaimana Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
mempergauli para istrinya –radhiyallahu ‘anhun- dengan baik, menemani mereka
dengan baik pula sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah –Ta’ala-.

Hadits tersebut
–alhamdulillah- tidak menunjukkan baik dilihat dari dekat maupun dari jauh
bahwa beliau tidak berlaku adil kepada para istrinya, dan berkumpulnya
mereka di rumah Aisyah adalah dengan persetujuan mereka semua, kemudian
terulang setiap malam, para istri beliau berkumpul di rumah yang mendapat
bagian malam tersebut, justru inilah bentuk kasih sayang beliau –shallallahu
‘alaihi wa sallam- kepada mereka, ketika beliau mempunyai sembilan istri,
beliau mampu menjadikan mereka sepakat dalam masalah tersebut, agar tidak
terlalu lama mendapatkan giliran hari dari beliau –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- jika menunggu delapan hari sebelum ia mendapatkan gilirannya, jika
dianggap bahwa istrinya beliau yang mendapat giliran pada malam itu waktu
malamnya menjadi berkurang, maka akan tergantikan ketika berada pada giliran
istri beliau yang lain pada saat ia berkumpul di sana sebagaimana mereka
berkumpul di rumahnya.

Imam Asy Syaukani
–rahimahullah- berkata:

“Hadits tersebut menunjukkan
bahwa tidak disyaratkan dalam berbuat adil kepada para istri masing-masing
mendapatkan giliran satu malam dan tidak bertemu dengan istrinya yang lain,
namun boleh juga duduk bersama dengan istri yang tidak mendapatkan giliran
pada malam itu dan bercakap-cakap dengannya. Maka dari itu mereka semua
setiap malam berkumpul di rumah istri yang mendapat giliran pada malam itu”.
(Nail Authar: 6/257)

Imam Nawawi –rahimahullah-
berkata:

“Adapun masalah bahwa beliau
mengulurkan tangannya kepada Zainab, dan perkataan Aisyah: “Ini adalah
Zainab”. Maksudnya bahwa beliau tidak sengaja, beliau mengira bahwa dia
adalah Aisyah yang mendapat giliran pada malam itu; karena hal tersebut
terjadi pada malam hari dan tidak ada lampu di dalam rumah, ada yang
berpendapat bahwa beliau melakukan itu setelah disetujui oleh mereka semua”.
(Syarah Nawawi ‘ala Muslim: 10/47)

Boleh bagi Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- mengulurkan tangannya kepada Zainab karena beliau mengira
bahwa dia adalah Aisyah, maka pada saat Aisyah berkata: “Ini adalah Zainab”,
beliau tidak melanjutkan; agar tidak menjadikan Aisyah cemburu karena
kejadian itu terajadi di rumahnya.

Boleh juga bagi beliau
mengulurkan tangannya kepada Zainab dan beliau tahu bahwa dia adalah Zainab,
karena hal itu sudah mendapat restu dari para istri beliau, maka ketika
Aisyah berkata: “Dia adalah Zainab”, beliau mengetahui bahwa Zainab tidak
menyukai hal itu, maka beliau menahan diri darinya karena hawatir dia akan
marah, penguluran tangan beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepadanya
termasuk bagian dari bercanda dengannya, dan hal ini merupakan bentuk dari
cara menggauli istri dengan baik dan muamalah yang ma’ruf.

Kedua:

Abu Daud (2135) meriwayatkan,
dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya, beliau berkata: Aisyah –radhiyallahu
‘anha- berkata:

” يَا ابْنَ أُخْتِي كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفَضِّلُ بَعْضَنَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْقَسْمِ ، مِنْ
مُكْثِهِ عِنْدَنَا ، وَكَانَ قَلَّ يَوْمٌ إِلَّا وَهُوَ يَطُوفُ عَلَيْنَا
جَمِيعًا ، فَيَدْنُو مِنْ كُلِّ امْرَأَةٍ مِنْ غَيْرِ مَسِيسٍ ، حَتَّى
يَبْلُغَ إِلَى الَّتِي هُوَ يَوْمُهَا ، فَيَبِيتَ عِنْدَهَا ” ، وصححه
الألباني في ” صحيح سنن أبي داود
” .

“Wahai saudariku, bahwa
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak mengutamakan sebagian kita
dengan sebagian yang lain dalam hal pembagian hari, dari pada saat beliau
bermalam di rumah kami, beliau juga hampir setiap malam berkeliling kepada
kita semua dan mendekati setiap istri beliau namun tidak sampai berjima’
dengannya hingga beliau sampai kepada istri beliau yang mendapat giliran
hari pada hari itu, dan akhirnya beliau bermalam di rumahnya”. (Dishahihkan
oleh Al Baani dalam Shahih Sunan Abu Daud).

Imam Asy Syaukani
–rahimahullah- berkata:

“Dibolehkan bagi seorang
suami memasuki rumah istrinya yang bukan menjadi gilirannya pada hari itu,
mendekatinya bercumbu dengannya namun tidak sampai berjima’ sebagaimana
hadits Aisyah yang disebutkan di atas”. (Nail Authar: 6/257)

Ketiga:

Abu Bakar –radhiyallahu
‘anhu- menginginkan dengan perkataan beliau yang keras, untuk memperingatkan
mereka agar tidak saling berteriak dan segera berubah karena berada di
hadapan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- agar hati beliau yang
mulia tidak tercemar.

Imam Nawawi –rahimahullah-
berkata:

“Adapun perkataan Abu Bakar:
“Tutuplah mulut mereka dengan debu”. Adalah peringatan yang berlebihan guna
memutus perbedaan pendapat mereka, pernyataan tersebut juga menunjukkan
keutamaan Abu Bakar –radhiyallahu ‘anhu-, kepekaan dan simpati beliau kepada
kemaslahatan.

Pernyataan tersebut juga
seorang mafdhul (yang lebih rendah kemuliaannya) memberikan kepada fadhil
(yang lebih mulia) untuk kemaslahatannya”.  (Syarah Nawawi ‘ala Muslim:
10/48)

Maksud dari hadits di atas
adalah menjelaskan tentang kebaikan akhlak Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dan bentuk kelembutan beliau kepada semuanya, dan melakukan sesuatu
yang akan menghilangkan rasa cemburu (pikiran liar) dari dada mereka”.

Untuk penjelasan lebih lanjut
maka lihatlah jawaban soal nomor: 120065 dan
jawaban soal nomor: 191429.

Wallahu a’lam
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android