Unduh
0 / 0
40,54819/03/2008

DIANTARA ADAB DALAM MEMPERHATIKAN ANAK YANG BARU DILAHIRKAN

Pertanyaan: 83278

Mohon kesediannya memberitahukan kami, jika terdapat buku-buku berbahasa Inggris tentang bagaiman memperlakukan anak yang baru dilahirkan. Karena kini kami hanya berpedoman pada nasehat para dokter di dunia barat yang boleh jadi tidak benar. Misalnya, kapan anak kecil mulai diberi makan (selain susu). Jika mungkin kami ingin mengetahui metode para shahabiat dalam mendidik anak-anak mereka. Jazaakumullahu khairan.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Berbagai
kasus dan problem pendidikan, kenyataannya, banyak merujuk kepada kebiasaan
yang baik dan pengalaman manusia seraya berupaya mencocokkan arahan umumnya
berdasarkan Al-Quran dan Sunah. Adapun arahan yang bersifat khusus, maka hal
tersebut terkait pada perintah dan larangan tertentu. Adapun selain itu,
maka pengalaman dan pemahaman para pakar di bidang ini menjadi rujukan yang
layak dipelajari seseorang dengan seksama. Pendidikan pada masa sekarang
telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang dilakukan kajian padanya dan untuk
itu itu biaya dan waktu dikerahkan. Ini merupakan karunia Allah Ta’ala atas
manusia. Maka tidak selayaknya seorang muslim mengabaikan untuk mempelajari
cara-cara dan metode pendidikan serta interaksi terhadap anak-anak dengan
tetap memperhatikan ajaran Al-Quran dan Sunah.

Dalam masalah anak-anak
yang baru lahir, terdapat sejumlah hukum syariat yang bersifat  ibadah,
seperti disunahkannya aqiqah, khitan, tahnik, menggundul kepala dan
menyedekahkannya seberat timbangan rambutnya dengan perak, dan lain
sebagainya yang telah disebutkan penjelasannya dalam situs kami dalam
jawaban soal no. 7889 dan
20646.

Adapun terkait perawatan
biasa dan bersifat fisik, maka hal tersebut dapat mengikuti nasehat para
dokter dan ahli pendidikan dan sejumlah ajaran yang bersifat umum yang telah
diajarkan oleh syariat yang akan dijelaskan kemudian.

Kedua:

Di antara pakar medis
pada masa dahulu di kalangan kaum muslimin adalah Imam Ibnu Qayim
Al-Jauziah, wafat tahun 751 H. Dia pengarang kitab yang terkenal ‘Tuhfatul
Maudud Bi Ahkamil Maulud’ Di antara judul yang penting dalam kitab tersebut
adalah ‘Fi Fushulin Nafiah Fi Tarbiyatil Athfal Tuhmad Awaaqibuha Indal
Kibar’ (Pasal bermanafaat tentang pendidikan anak yang diharapkan
kebaikannya jika dia sudah besar). Anda dapat
mengambil manfaat darinya dengan tetap mempertimbangkan perkara-perkara
ijtihadnya sesuai kadar ilmiah dan pengalaman medisnya pada masa itu. Secara
umum kitab tersebut dapat diambil manfaatnya dan kemudian menyesuaikan kasus
serupa dalam ilmu kedokteran moderen.

Saya akan kutipkan di sini
kesimpulan dari ucapannya, karena di dalamnya terdapat manfaat medis yang
sangat berguna dalam memperlakukan anak-anak yang baru dilahirkan

1-Sebaiknya bayi
yang baru dilahirkan 2-3 hari disusui oleh selain ibunya. Itu lebih baik.
Karena saat itu susunya kental dan terdapat campuran. Berbeda dengan orang
yang sudah lama menyusui. Suku Arab sangat memperhatikan masalah ini,
sehingga mereka mencari wanita-wanita suku badui untuk menyusui anak-anak
mereka, sebagai Nabi shallallahu alaihi wa sallam di susui di perkampungan
Bani Saad.

2-Hendaknya mereka
tidak digendong dan dibawa jalan sampai mereka berusia tiga bulan lebih,
karena mereka baru saja keluar dari rahim ibunya dan fisiknya masih lemah.

3-Hendaknya
konsumsi mereka hanya berupa susu saja, karena gigi-gigi mereka baru tumbuh,
dan lambung mereka serta kemampun mengunyahnya masih lemah. Jika gigiya
sudah tumbuh dan lambung serta kemampuannya sudah mulai kuat, dia baru
diberikan makanan. Hendaknya hal ini dilakukan secara bertahap.

4. Jika telah dekat
saatnya untuk mulai berbicara, dan diharapkan mudah baginya berbicara,
hendaknya lidahnya diurut dengan madu dan garam andrani, karena materi
tersebut dapat menghilangkan kelembaban berat yang dapat menghalanginya
untuk berbicara. Jika sudah datang saat mereka berbicara, maka tuntunlah
kalimat Laa ilaaha Illallah Muhammadurrasulullah.

5. Jika sudah saat tumbuh
gigi, hendaknya gusi mereka diurut dengan zabadi dan minyak samin.

6. Orang tua hendaknya
tidak merasa kesal dengan tangisan dan teriakan si kecil. Karena tangisan
itu sangat bermanfaat bagi anak-anak, karena dapat menggerakkan anggota
tubuhnya, meluaskan lambungnya, melebarkan dadanya, menghangatkan otaknya,
melindungi perasaannya, membangkitkan panas alaminya, menggerakkan organ
alami untuk mengeluarkan kelebihan tak berguna, serta mengeluarkan kotoran
di otak, dll.

7. Hendaknya sang anak
dilindungi dari segala sesuatu yang membuatnya kaget, baik berupa suara
keras, pemandangan menyeramkan atau gerakan-gerakan yang mengganggu.

8. Penyusuan yang
sempurna dilakukan selama dua tahun penuh. Itu merupakan hak anak, jika dia
membutuhkannya dan tidak dapat dicari penggantinya. Dikuatkan dengan
kata-kata ‘penuh’ (dua tahun penuh) agar tidak setahun lebih. Bagi ibu yang
menyusui, jika hendak menyapih anaknya, hendaknya dia menyapihnya sedikit
demi sedikit, jangan disapih sekaligus. Tapi latihlah dia dan biasakan
sedikit demi sedikit. Karena berpindah dari sesuatu yang sangat biasa
sekaligus menimbulkan efek berbahaya.

9. Termasuk tindak buruk
terhadap anak adalah membiarkan perut anak penuh dengan makanan, banyak
makan dan minum. Yang paling bermanfaat adalah memberi mereka maka tanpa
membuatnya kenyang agar pencernaan mereka bekerja dengan baik, fisik akan
sehat dan jarang sakit, karena berkurangnya kelebihan bahan makanan.

10. Yang sangat
dibutuhkan oleh sang anak adalah memperhatikan akhlaknya. Karena dia akan
tumbuh sebagaimana kebiasaan yang diajarkan sejak kecil. Sifat marah,
murung, tergesa-gesa, selalu memenuhi hawa nafsunya, serakah dan lainnya
akan sulit dirubahnya jika dirinya sudah besar (jika sudah terbiasa sejak
kecil). Karena itu, akan anda dapatkan orang-orang yang akhlaknya
menyimpang, ternyata hal tersebut bersumber dari pendidikan yang didapatinya
sejak kecil.

11. Hendaknya orang tua
menjauhkan sejauh-jauhnya sang anak mengambil dari orang lain. Karena jika
hal ini menjadi kebiasaannya, maka akan menjadi tabiatnya, maka dia tumbuh
dengan kebiasaan mengambil, bukan memberi. Biasakan agar dia suka memberi.
Jika walinya hendak memberinya sesuatu, hendaknya dia memberinya langsung
dari tangannya, agar dia merasakan manisnya pemberian.

12. Jauhi sang anak dari sifat dusta dan
khianat melebihi keinginannya untuk menghindarinya dari racun mematikan.
Karena apabila dia mudah berdusa dan khianat, dirinya akan merusak
kebahagiaan dunia dan akhiratnya dan akan terhalang dari segala kebaikan. 

13. Jauhkan anak dari
sifat malas, menganggur dan berleha-leha. Tapi ajaklah sebaliknya, jangan
biarkan dia terlena, sibukkan dirinya. Karena kemalasan dan menganggur
berdampak buruk dan penyesalan. Yahya bin Abi Katsir berkata, ‘Ilmu tidak
diraih dengan kenyamanan tubuh.’

14. Biasakan dia bangun
di akhir malam, karena itu adalah waktu pembagian ghanimah dan hadiah. Ada
orang-orang yang merdeka, ada yang banyak meraih keuntungan ada pula yang
terhalang. Jika dia biasakan hal itu sejak kecil, maka akan mudah baginya
untuk melakukannya jika sudah besar. (Tuhfatul Maudud, 194-203)

Ketiga:

Terkait dengan perkara khusus yang anda
tanyakan, yaitu tidurnya anak di tempat tidur kedua orang tuanya, hal
tersebut tidak mengapa jika sesekali. Ibnu Abbas pada masa kecilnya tidur
bersama bibinya; Maimunah, dia berbaring menyilang bantal, sedangkan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Maimunah berbaring sejajar
dengan bantal. (HR. Bukhari, no. 138, Muslim, no. 763)

Dalam kitab Umdatul Qari (3/66) dikatakan,
“Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya berbaring bersama mahram, walaupun
suaminya tidur di sisinya.”

Akan tetapi hendaknya
masalah ini tidak sering terjadi. Justeru seharunya mereka sering
dipisahkan.

Adapun tentang petunjuk
Nabi dalam mendidik dan menghukum anak-anak, beliau mengajarkan agar pukulan
mendidik itu mulai diberikan pada usia di atas sepuluh tahun.
Hal tersebut bersumber dari sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa allam,

(
مُرُوا
أَوْلَادَكُم
بِالصَّلَاةِ
وَهُم
أَبنَاءُ
سَبعِ
سِنِينَ،
وَاضرِبُوهُمْ
عَلَيهَا
وَهُم
أَبنَاءُ
عَشرٍ )
رواه
أبو
داود
(495)

وصححه
الألباني
في
صحيح
أبي
داود
.

 

“Perintahkan anak kalian untuk shalat saat
mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka saat berusia sepuluh tahun.
Pisahkan tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495, dinyatakan
shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)

Jikan Nabi shallallahu wa sallam tidak
mengizinkan memukul anak kecil yang lalai melaksankana rukun agama yang
paling agung, yaitu shalat sebelum usia sepuluh tahun, maka lebih utama lagi
dalam hal keseharian yang bersifat prilaku dan pendidikan.

Al-Atsram berkata, “Abu Abdullah ditanya
tentang seorang guru yang memukul anak kecil, maka dia berkata, ‘Sesuai
dengan dosa mereka, hindari sedapatnya memberi pukulan, jika dia masih kecil
dan belum berakal maka jangan memukulnya.”

(Al-Adab Asy-Syar’iah, Ibnu Muflih, 1/506)

Maksimal pukulan itu berjumlah sepuluh.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu,
sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ
يُجلَدُ
فَوقَ
عَشرِ
جَلدَاتٍ
إِلاَّ
فِي
حَدٍّ
مِن
حُدُودِ
اللَّهِ  
(رواه
البخاري،
رقم6850ومسلم،
رقم
1708)

“Jangan memukul lebih dari sepuluh, kecuali
dalam hukum Allah yang sudah ditetapkan (hudud).” (HR. Bukhari, no. 6850,
Muslim, no. 1708)

Bahkan Qadhi Syuraih berpendapat bahwa anak
kecil tidak boleh dipukul karena (bacaan) Al-Quran kecuali tiga kali saja.
Umar bin Abdul Aziz menetapkan, “Seorang guru tidak boleh memukul lebih dari
tiga kali. Hal tersebut karena khawatir terhadap anak-anak.” (HR. Ibnu Abi
Dunya dalam Kitab ‘Al-Iyal’, 1/531)

Mungkin juga menggunakan ancaman pukulan,
boleh jadi hal ini lebih bermanfaat daripada pukulan itu sendiri. Dapat
dilakukan dengan menggantungkan pecut atau tongkat di rumah, agar sang anak
mengetahui hukuman yang akan dia terima jika dia melakukan kesalahan yang
layak dihukum, yaitu apabila telah melampaui batas-batas akhlak dan adab.

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, sesungguhnya
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

عَلِّقُوا
السَّوطَ
حَيثُ
يَرَاهُ
أَهلُ
البَيتِ
فَإِنَّهُ
لَهُمْ
أَدَبٌ 
(رواه
عبد
الرزاق
في
المصنف،11/133،
والطبراني
في
المعجم
الكبير،10/284،
وحسنه
الألباني
في
صحيح
الجامع،
رقم4022)

“Gantungkan pecut yang
dapat dilihat penghuni rumah, karena hal itu akan mendidik mereka.” (HR.
Abdurrazzaq dalam Al-Mushannif, 11/133, Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir,
10/284, dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 4022)

Dalam wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Muaz
bin Jabal radhiallahu anhum, beliau berkata, “

وَأَنفِقْ
عَلَى
أَهلِكَ
مِنْ
طَوْلِكَ،
وَلاَ
تَرفَعْ
عَنهُمْ
عَصَاكَ
أَدَبًا  (رواه
أحمد،
5/238
،
وقال
الألباني
في
صحيح
الترغيب،
1/138،
حسن
لغيره)

“Nafkahilah keluargamua dari penghasilanmu, dan jangan angkat tongkatmu dari
mereka untuk mendidik mereka.” (HR. Ahmad, 5/238. Al-Albany berkata dalam
Shahih At-Targhib, 1/138, hasan lighairihi)

Apa yang
kami sebutkan untuk anda wahai penanya yang budiman hanyalah sedikit,
menunjukkan bahwa pendidikan pada prinsipnya adalah pengajaran, pengarahan,
bimbingan, kalimat yang baik, teladan yang baik, dorongan maupun ancaman.
Adapun pemberian hukuman, hendaknya sebagai langkah terakhir dan dengan
keinginan mencapai tujuan sertai tidak sampai menyakiti se kecil, baik
secara fisik maupun mental.  

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android