0 / 0
41,06123/02/2013

DIANTARA ADAB DALAM MEMPERHATIKAN ANAK YANG BARU DILAHIRKAN

Pertanyaan: 83278

Mohon kesediannya memberitahukan kami, jika terdapat buku-buku berbahasa Inggris tentang bagaiman memperlakukan anak yang baru dilahirkan. Karena kini kami hanya berpedoman pada nasehat para dokter di dunia barat yang boleh jadi tidak benar. Misalnya, kapan anak kecil mulai diberi makan (selain susu). Jika mungkin kami ingin mengetahui metode para shahabiat dalam mendidik anak-anak mereka. Jazaakumullahu khairan.

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Berbagai kasus dan problem pendidikan, kenyataannya, banyak merujuk kepada kebiasaan yang baik dan pengalaman manusia seraya berupaya mencocokkan arahan umumnya berdasarkan Al-Quran dan Sunah. Adapun arahan yang bersifat khusus, maka hal tersebut terkait pada perintah dan larangan tertentu. Adapun selain itu, maka pengalaman dan pemahaman para pakar di bidang ini menjadi rujukan yang layak dipelajari seseorang dengan seksama. Pendidikan pada masa sekarang telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang dilakukan kajian padanya dan untuk itu itu biaya dan waktu dikerahkan. Ini merupakan karunia Allah Ta’ala atas manusia. Maka tidak selayaknya seorang muslim mengabaikan untuk mempelajari cara-cara dan metode pendidikan serta interaksi terhadap anak-anak dengan tetap memperhatikan ajaran Al-Quran dan Sunah.

Dalam masalah anak-anak yang baru lahir, terdapat sejumlah hukum syariat yang bersifat  ibadah, seperti disunahkannya aqiqah, khitan, tahnik, menggundul kepala dan menyedekahkannya seberat timbangan rambutnya dengan perak, dan lain sebagainya yang telah disebutkan penjelasannya dalam situs kami dalam jawaban soal no. 7889 dan 20646.

Adapun terkait perawatan biasa dan bersifat fisik, maka hal tersebut dapat mengikuti nasehat para dokter dan ahli pendidikan dan sejumlah ajaran yang bersifat umum yang telah diajarkan oleh syariat yang akan dijelaskan kemudian.

Kedua:

Di antara pakar medis pada masa dahulu di kalangan kaum muslimin adalah Imam Ibnu Qayim Al-Jauziah, wafat tahun 751 H. Dia pengarang kitab yang terkenal ‘Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud’ Di antara judul yang penting dalam kitab tersebut adalah ‘Fi Fushulin Nafiah Fi Tarbiyatil Athfal Tuhmad Awaaqibuha Indal Kibar’ (Pasal bermanafaat tentang pendidikan anak yang diharapkan kebaikannya jika dia sudah besar). Anda dapat mengambil manfaat darinya dengan tetap mempertimbangkan perkara-perkara ijtihadnya sesuai kadar ilmiah dan pengalaman medisnya pada masa itu. Secara umum kitab tersebut dapat diambil manfaatnya dan kemudian menyesuaikan kasus serupa dalam ilmu kedokteran moderen.

Saya akan kutipkan di sini kesimpulan dari ucapannya, karena di dalamnya terdapat manfaat medis yang sangat berguna dalam memperlakukan anak-anak yang baru dilahirkan

1-Sebaiknya bayi yang baru dilahirkan 2-3 hari disusui oleh selain ibunya. Itu lebih baik. Karena saat itu susunya kental dan terdapat campuran. Berbeda dengan orang yang sudah lama menyusui. Suku Arab sangat memperhatikan masalah ini, sehingga mereka mencari wanita-wanita suku badui untuk menyusui anak-anak mereka, sebagai Nabi shallallahu alaihi wa sallam di susui di perkampungan Bani Saad.

2-Hendaknya mereka tidak digendong dan dibawa jalan sampai mereka berusia tiga bulan lebih, karena mereka baru saja keluar dari rahim ibunya dan fisiknya masih lemah.

3-Hendaknya konsumsi mereka hanya berupa susu saja, karena gigi-gigi mereka baru tumbuh, dan lambung mereka serta kemampun mengunyahnya masih lemah. Jika gigiya sudah tumbuh dan lambung serta kemampuannya sudah mulai kuat, dia baru diberikan makanan. Hendaknya hal ini dilakukan secara bertahap.

4. Jika telah dekat saatnya untuk mulai berbicara, dan diharapkan mudah baginya berbicara, hendaknya lidahnya diurut dengan madu dan garam andrani, karena materi tersebut dapat menghilangkan kelembaban berat yang dapat menghalanginya untuk berbicara. Jika sudah datang saat mereka berbicara, maka tuntunlah kalimat Laa ilaaha Illallah Muhammadurrasulullah.

5. Jika sudah saat tumbuh gigi, hendaknya gusi mereka diurut dengan zabadi dan minyak samin.

6. Orang tua hendaknya tidak merasa kesal dengan tangisan dan teriakan si kecil. Karena tangisan itu sangat bermanfaat bagi anak-anak, karena dapat menggerakkan anggota tubuhnya, meluaskan lambungnya, melebarkan dadanya, menghangatkan otaknya, melindungi perasaannya, membangkitkan panas alaminya, menggerakkan organ alami untuk mengeluarkan kelebihan tak berguna, serta mengeluarkan kotoran di otak, dll.

7. Hendaknya sang anak dilindungi dari segala sesuatu yang membuatnya kaget, baik berupa suara keras, pemandangan menyeramkan atau gerakan-gerakan yang mengganggu.

8. Penyusuan yang sempurna dilakukan selama dua tahun penuh. Itu merupakan hak anak, jika dia membutuhkannya dan tidak dapat dicari penggantinya. Dikuatkan dengan kata-kata ‘penuh’ (dua tahun penuh) agar tidak setahun lebih. Bagi ibu yang menyusui, jika hendak menyapih anaknya, hendaknya dia menyapihnya sedikit demi sedikit, jangan disapih sekaligus. Tapi latihlah dia dan biasakan sedikit demi sedikit. Karena berpindah dari sesuatu yang sangat biasa sekaligus menimbulkan efek berbahaya.

9. Termasuk tindak buruk terhadap anak adalah membiarkan perut anak penuh dengan makanan, banyak makan dan minum. Yang paling bermanfaat adalah memberi mereka maka tanpa membuatnya kenyang agar pencernaan mereka bekerja dengan baik, fisik akan sehat dan jarang sakit, karena berkurangnya kelebihan bahan makanan.

10. Yang sangat dibutuhkan oleh sang anak adalah memperhatikan akhlaknya. Karena dia akan tumbuh sebagaimana kebiasaan yang diajarkan sejak kecil. Sifat marah, murung, tergesa-gesa, selalu memenuhi hawa nafsunya, serakah dan lainnya akan sulit dirubahnya jika dirinya sudah besar (jika sudah terbiasa sejak kecil). Karena itu, akan anda dapatkan orang-orang yang akhlaknya menyimpang, ternyata hal tersebut bersumber dari pendidikan yang didapatinya sejak kecil.

11. Hendaknya orang tua menjauhkan sejauh-jauhnya sang anak mengambil dari orang lain. Karena jika hal ini menjadi kebiasaannya, maka akan menjadi tabiatnya, maka dia tumbuh dengan kebiasaan mengambil, bukan memberi. Biasakan agar dia suka memberi. Jika walinya hendak memberinya sesuatu, hendaknya dia memberinya langsung dari tangannya, agar dia merasakan manisnya pemberian.

12. Jauhi sang anak dari sifat dusta dan khianat melebihi keinginannya untuk menghindarinya dari racun mematikan. Karena apabila dia mudah berdusa dan khianat, dirinya akan merusak kebahagiaan dunia dan akhiratnya dan akan terhalang dari segala kebaikan. 

13. Jauhkan anak dari sifat malas, menganggur dan berleha-leha. Tapi ajaklah sebaliknya, jangan biarkan dia terlena, sibukkan dirinya. Karena kemalasan dan menganggur berdampak buruk dan penyesalan. Yahya bin Abi Katsir berkata, ‘Ilmu tidak diraih dengan kenyamanan tubuh.’

14. Biasakan dia bangun di akhir malam, karena itu adalah waktu pembagian ghanimah dan hadiah. Ada orang-orang yang merdeka, ada yang banyak meraih keuntungan ada pula yang terhalang. Jika dia biasakan hal itu sejak kecil, maka akan mudah baginya untuk melakukannya jika sudah besar. (Tuhfatul Maudud, 194-203)

Ketiga:

Terkait dengan perkara khusus yang anda tanyakan, yaitu tidurnya anak di tempat tidur kedua orang tuanya, hal tersebut tidak mengapa jika sesekali. Ibnu Abbas pada masa kecilnya tidur bersama bibinya; Maimunah, dia berbaring menyilang bantal, sedangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Maimunah berbaring sejajar dengan bantal. (HR. Bukhari, no. 138, Muslim, no. 763)

Dalam kitab Umdatul Qari (3/66) dikatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya berbaring bersama mahram, walaupun suaminya tidur di sisinya.”

Akan tetapi hendaknya masalah ini tidak sering terjadi. Justeru seharunya mereka sering dipisahkan.

Adapun tentang petunjuk Nabi dalam mendidik dan menghukum anak-anak, beliau mengajarkan agar pukulan mendidik itu mulai diberikan pada usia di atas sepuluh tahun. Hal tersebut bersumber dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa allam,

( مُرُوا أَوْلَادَكُم بِالصَّلَاةِ وَهُم أَبنَاءُ سَبعِ سِنِينَ، وَاضرِبُوهُمْ عَلَيهَا وَهُم أَبنَاءُ عَشرٍ ) رواه أبو داود (495) وصححه الألباني في صحيح أبي داود .

 

“Perintahkan anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka saat berusia sepuluh tahun. Pisahkan tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495, dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)

Jikan Nabi shallallahu wa sallam tidak mengizinkan memukul anak kecil yang lalai melaksankana rukun agama yang paling agung, yaitu shalat sebelum usia sepuluh tahun, maka lebih utama lagi dalam hal keseharian yang bersifat prilaku dan pendidikan.

Al-Atsram berkata, “Abu Abdullah ditanya tentang seorang guru yang memukul anak kecil, maka dia berkata, ‘Sesuai dengan dosa mereka, hindari sedapatnya memberi pukulan, jika dia masih kecil dan belum berakal maka jangan memukulnya.”

(Al-Adab Asy-Syar’iah, Ibnu Muflih, 1/506)

Maksimal pukulan itu berjumlah sepuluh.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُجلَدُ فَوقَ عَشرِ جَلدَاتٍ إِلاَّ فِي حَدٍّ مِن حُدُودِ اللَّهِ   (رواه البخاري، رقم6850ومسلم، رقم 1708)

“Jangan memukul lebih dari sepuluh, kecuali dalam hukum Allah yang sudah ditetapkan (hudud).” (HR. Bukhari, no. 6850, Muslim, no. 1708)

Bahkan Qadhi Syuraih berpendapat bahwa anak kecil tidak boleh dipukul karena (bacaan) Al-Quran kecuali tiga kali saja. Umar bin Abdul Aziz menetapkan, “Seorang guru tidak boleh memukul lebih dari tiga kali. Hal tersebut karena khawatir terhadap anak-anak.” (HR. Ibnu Abi Dunya dalam Kitab ‘Al-Iyal’, 1/531)

Mungkin juga menggunakan ancaman pukulan, boleh jadi hal ini lebih bermanfaat daripada pukulan itu sendiri. Dapat dilakukan dengan menggantungkan pecut atau tongkat di rumah, agar sang anak mengetahui hukuman yang akan dia terima jika dia melakukan kesalahan yang layak dihukum, yaitu apabila telah melampaui batas-batas akhlak dan adab.

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

عَلِّقُوا السَّوطَ حَيثُ يَرَاهُ أَهلُ البَيتِ فَإِنَّهُ لَهُمْ أَدَبٌ  (رواه عبد الرزاق في المصنف،11/133، والطبراني في المعجم الكبير،10/284، وحسنه الألباني في صحيح الجامع، رقم4022)

“Gantungkan pecut yang dapat dilihat penghuni rumah, karena hal itu akan mendidik mereka.” (HR. Abdurrazzaq dalam Al-Mushannif, 11/133, Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 10/284, dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 4022)

Dalam wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Muaz bin Jabal radhiallahu anhum, beliau berkata, “

وَأَنفِقْ عَلَى أَهلِكَ مِنْ طَوْلِكَ، وَلاَ تَرفَعْ عَنهُمْ عَصَاكَ أَدَبًا  (رواه أحمد، 5/238 ، وقال الألباني في صحيح الترغيب، 1/138، حسن لغيره)

“Nafkahilah keluargamua dari penghasilanmu, dan jangan angkat tongkatmu dari mereka untuk mendidik mereka.” (HR. Ahmad, 5/238. Al-Albany berkata dalam Shahih At-Targhib, 1/138, hasan lighairihi)

Apa yang kami sebutkan untuk anda wahai penanya yang budiman hanyalah sedikit, menunjukkan bahwa pendidikan pada prinsipnya adalah pengajaran, pengarahan, bimbingan, kalimat yang baik, teladan yang baik, dorongan maupun ancaman. Adapun pemberian hukuman, hendaknya sebagai langkah terakhir dan dengan keinginan mencapai tujuan sertai tidak sampai menyakiti se kecil, baik secara fisik maupun mental.  

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android