Unduh
0 / 0
1031314/04/2007

DIPAKSA KELUARGANYA UNTUK BERBUKA KARENA SAKIT, APAKAH MEREKA BERDOSA? APAKAH DIA DIBOLEHKAN BERPUASA KALAU DIA INGIN MELAKUKANNYA?

Pertanyaan: 97798

Bibiku kecelakaan waktu kecil sehingga salah satu matanya buta. Para dokter memutuskan agar anak ini jangan menangis, dan jangan kelaparan. Karena hal itu akan berpengaruh terhadap matanya. Orang tuanya melarangnya berpuasa ketika puasa sudah menjadi kewajiban baginya sesuai dengan keputusan para dokter. Dia termasuk wanita yang sangat menjaga agamanya. Setelah menikah dan melihat bahwa puasa tidak berpengaruh terhadap matanya, maka beliau berpuasa. Sekarang beliau seringkali berpuasa agar ayahnya tidak mendapatkan siksa. Beliau sangat mencintai ayahnya –rahimahullah- beliau bertanya kepada anda, ‘Apakah kedua orang tuanya melakukan sesuatu yang diharamkan? Apakah dia diharuskan berpuasa setiap bulan puasa yang telah berlalu.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Sakit termasuk uzur yang
diperbolehkan berbuka. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Hukum berpuasa
bagi orang sakit berputar antara makruh dan haram. Dimakruhkan kalau berpuasa
membuatnya tak berdaya hingga sakit, dan diharamkan, kalau puasanya menyebabkan
bahaya bagi fisiknya . Silahkan perincian hal itu di dua jawaban pada soal, 50555 dan 38532.

Orang sakit
tidak diperkenankan berbuka kecuali atas persaksian dokter terpercaya yang
mempunyai spesial khusus penyakit tersebut. Sebagian ulama mensyaratkan orang
Islam. Barangsiapa yangberbuka
berdasarkan perkataan dokter, maka tidak mengapa. Jika penyakitnya menahun
–terus menerus- maka dia boleh berbuka dan memberikan makanan untuk setiap sehari,
satu orang miskin. Barangsiapa yang sakitnya sementara, dia boleh berbuka dan
mengqadha setelah sembuh.

Syekh Abdul Aziz
bin Baz rahimahullah berkata,

“Apabila
para dokter spesialis memutuskan bahwa penyakit anda termasuk penyakit yang
tidak ada harapan sembuh, maka seharusnya anda membari makan kepada satu orang
miskin untuk sehari di bulan Ramadan yang dia tinggalkan. Anda tidak perlu
berpuasa. Kadarnya adalah setengah sha’ makanan pokok penduduk negera anda.
Baik kurma, beras atau selainkeduanya.
Kalau anda memberi makan siang atau malam, hal itu juga cukup.

Kalau para
dokter itu memutuskan ada harapan sembuh, maka anda tidak diwajibkan memberi
makan. Akan tetapi kewajiban anda adalah mengqadha puasa ketika Allah
memberikan kesembuhan kepada anda dari penyakit tersebut.

Berdasarkan
firman Allah Subhanah,

“Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Saya memohon
kepada Allah agar anda diberi kesembuhan dari segala penyakit, dan menjadikan
musibah yang menimpa anda sebagai pembersih dari dosa-dosa. Dan anda diberikan
kesabaran nan mulia dan mengharap (pahala) sesungguhnya Dia sebaik-baik untuk
diminta.’

(Fatawa Syekh
Ibnu Baz, 15/221)

Yang tampak dari pertanyaan anda
bahwa orang tua dari anaknya yang sakit tidak berdosa, karena dia mengharuskan
berbuka berdasarkan perkataan para dokter.

Para ulama’ Al-Lajnah Ad-Daimah
Wal Ifta’ ditanya,

“Saya terkena penyakit
ginjal, dan telah beroperasi dua kali. Para dokter memberikan nasehat kepada
diriku agar meminum air siang malam jangan kurang dari dua setengah liter
setiap hari. Sebagaimana mereka juga memperingatkan akubahwa puasa dan berhenti dari minum tiga jam
berturut-turutdapatmengakibatkan bahaya pada diriku. Apakah saya
mengamalkan perkataan mereka atau saya bertawakal kepada Allah dan saya
berpuasa, sedangkan mereka menegaskan bahwa pada diri saya ada potensipembentukan batu kecil. Atau apa yang selayaknya
saya lakukan. Jika saya tidak berpuasa apa tebusan yang harus saya bayar?

Mereka menjawab,

“Kalau masalahnya seperti
yang telah anda sebutkan, sedangkan para dokternya benar-benarmemahami bidang kedokteran, maka yang
dianjurkan adalah anda berbuka. Untuk menjaga kesehatan anda dan mencegah
keburukan yang akan terjadi pada diri anda. Jika anda telah sembuh dan kuat
untuk mengqadha tanpa ada kepayahan, maka anda harus mengqadhanya. Kalau
penyakit anda terus menerus atau ada potensi pembentukan batu kecil jika tidak
adanya terus menerus minum air, dan para dokter telah memutuskan bahwa hal itu
tidak ada harapan sembuh. Maka anda harus memberi makan untuk sehari satu orang
miskin.”.

Syekh Abdul Azizi bin Baz, Syekh
Abdurrozzaq Afifi, Syekh Abdullah Godyan, Syekh Abdullah bin Mani’

(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/
179, 180)

Kalau ukhti yang sakit mampu
berpuasa tanpa ada efek terhadap matanya, maka tidak mengapa dia berpuasa akan
tetapi seyogyanya hal itu atas pertimbangan dan nasehat para dokter terpercaya.
Dikhawatirkan terkecoh oleh gambaran lahir, padahal puasa tersebut sebenarnya
memang berdampak kepada matanya.

Adapun qadha hari-hari yang
telah lalu, yang nampak hal itu tidak menjadi suatu keharusan. Cukup memberi
makanan untuk sehari satu orang miskin, karena dia berbuka disebabkan
berdasarkanperkataan dokter.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah
ditanya tentang seseorang yang terkena penyakit menahun dan para dokter memberi
nasehat agar tidak berpuasa selamanya. Akan tetapi ketika dia berobat ke dokterlain di luar negaranya, alhamdulillah dia
sembuh. Hal itu telah berlangsung lima Ramadan, dia tidak berpuasa. Apa yang
seharusnya dia lakukan setelah Allah memberikan kesembuhan kepadanya.Apakah dia harus mengqadhanya atau tidak?

Maka beliau menjawab,

“Kalau para dokter yang
memberi nasehat agar tidak berpuasa selamanya, dan dia adalah dokter muslim,
terpercaya, spesialis pada penyakit ini lalu mereka menyebutkan tidak ada
harapan sembuh. Maka dia tidak perlu mengqadhanya, tapi cukup dia memberi
makan. Dan hendaknya dia mempersiapkan diriuntuk berpuasa pada Ramadan selanjutnya (apabila dianggap sudah
sembuh).”

(Fatawa Syekh Ibnu Baz, 15/355)

Ringkasannya adalah kedua orang
tuanya tidak mengapa meminta anak perempuanya berbuka, karena berdasarkan
perkatan para dokter. Maka dia harus membayar fidyah dengan memberi makanan
kepada satu orang miskin sebagai pengganti satu hari yang dia berbuka setelah
dia balig. Kalau para dokter terpercaya, spesialis (pada bidang ini) memutuskan
bahwa dia sekarang mampu untuk berpuasa tanpa ada kepayahan dan bahaya, maka
dia harus berpuasa Ramadan. Dan tidak ada uzur lagi baginya berbuka. Kalau dia
ingin berpuasa secara suka rela, maka hal itu juga tidak mengapa.

Wallahu’alam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android