Telah jatuh talak yang bukan menjadi keinginan saya setelah saya diancam dengan perbuatan mencuri milik istri saya, sedangkan orang yang mengurus perlengkapan talak bukan termasuk penghulu yang asli. Penghulu yang asli telah diadili, dia juga telah diperingatkan akan dipecat, persaksian yang dituduhkan di pengadilan tidak terbukti, kedua orang saksi yang hadir adalah saudara kandung istri tersebut. Penghulu yang bukan sebenarnya tersebut, telah menulis keputusan bahwa talak ini telah dijatuhkan tanpa adanya tekanan dan paksaan dari kedua belah pihak dari keluarga suami dan istri, meskipun sebenarnya tidak satu pun dari keluarga saya ada yang hadir. Maka bagaimanakah hukum syari’at pada talak tersebut ?
Seorang Suami Telah Menceraikan Istrinya Setelah Mengancamnya, Karena Perbuatan Mencuri, Maka Apakah Yang Demikian Itu Termasuk Paksaan ?
Pertanyaan: 196348
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Hukum asal yang ditetapkan dalam syari’at bahwa talak orang yang terpaksa tidak sah, berdasarkan riwayat Ibnu Majah (2043) dari Abu Dzar al Ghifari –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ ) . صححه الألباني في “صحيح ابن ماجة” .
“Sungguh Alloh telah mengampuni dari umatku karena salah, lupa dan dipaksa orang lain”. (Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Para sahabat telah berfatwa bahwa talak orang yang dipaksa tidak sah dan pengakuannya pun demikian. Telah diriwayatkan dari Umar dengan riwayat yang shahih bahwa ada seorang laki-laki yang mengulurkan tali untuk mengambil madu di gunung, kemudian istrinya mendatanginya dan berkata: “Sungguh saya akan memotong tali tersebut atau kamu akan mentalak saya, maka dia bersumpah kepada Alloh, istrinya pun menolak maka dia menceraikannya, lalu suami tersebut mendatangi Umar dan menceritakan kejadian tersebut, seraya Umar berkata: “Kembalilah ke istrimu, karena hal tersebut tidak dianggap talak”, diriwayatkan juga tidak sahnya talak tersebut dari Ali, Ibnu Umar, Ibnu Zubair –radhiyallahu ‘anhum-“. (Zaadul Ma’ad; 5/208)
Telah dijelaskan sebelumnya tentang hukum talak bagi orang yang dipaksa pada fatwa nomor: 99645.
Adapun tentang masalah anda secara khusus, maka perlu dirinci sebagai berikut:
Jika menurut besar perasangka anda bahwa mereka yang mengancam itu mampu melakukan apa yang diancamkan oleh mereka, dan mereka pasti akan mengeksekusi ancaman mereka, dan besar kemungkinan anda akan dimasukkan penjara, atau akan dibuka aib anda, dan bersamaan dengan itu anda tidak mampu menghalau ancaman mereka, maka hal ini termasuk dalam kategori dipaksa, maka talaknya tidak dianggap sah.
Diriwayatkan dari Ibnu Syaibah dalam bukunya (28303) dari Umar –radhiyallahu ‘anhu- berkata; “Tidaklah seorang laki-laki merasa aman dengan dirinya, jika kamu menyakitinya, atau menakutinya atau memenjarakannya”.
Mutharrif berkata: “Kami pernah mendengar Imam Malik berkata: “Penjara itu paksaan, diikat itu juga paksaan”. (Fathul ‘Ali Al Malik fil Fatwa ‘ala Madzhabil Imam Malik: 2/56.
Bahkan sebagian para ulama telah menetapkan bahwa paksaan dalam talak tetap terjadi pada sebagian orang jika sebelum dipenjara, bisa jadi misalnya ancaman dilakukan untuk mencemarkan nama baik dan harga diri bagi mereka yang mempunyai kedudukan di dalam masyarakat.
Disebutkan dalam Kasyful Asrar Syarah Ushul al Bazdawi (4/385) :
“Adapun sesuatu yang berujung pada pembunuhan karakter, seperti perkataan anda kepada seorang yang terhormat: “Saya akan menghitamkan wajah anda, atau saya akan membawamu arak-arakan keliling kota, atau yang lainnya, atau saya akan musnahkan harta anda”,maka hal itu bukan termasuk paksaan, jika dia dipaksa untuk membunuh atau memotong, dan jika dipaksa untuk merusak harta atau untuk menjatuhkan talak, atau memerdekakan (budak), maka hal itu dianggap paksaan, menurut pendapat sebagian sahabat kami”.
Adapun jika besar kemungkinannya mereka tidak mampu untuk melakukan apa yang diancamkan, atau mereka dianggap mampu namun bisa dipastikan mereka tidak akan melakukan apa yang mereka ancamkan, atau mereka akan melakukannya akan tetapi mereka tidak sampai melakukan tujuan mereka untuk memenjarakan anda, atau menyebarkan aib anda, bisa jadi karena mereka tidak mampu memberlakukannya kepada anda karena kebiasaan yang ada di daerah anda, atau karena anda mempunyai alasan atau kekuasaan yang bisa membela diri anda, maka hal ini tidak dianggap paksaan; karena ketidakadaan syarat-syarat paksaan yang disebutkan oleh para ulama.
Disebutkan dalam Fathul Baari karangan Ibnu Hajar (12/311): “Pemaksaan itu adalah memaksakan orang lain untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya, syarat-syarat adanya paksaan itu ada empat hal:
1.Pelakunya mampu melakukan apa yang diancamkan, dan yang diperintahkan tidak mampu membela diri meskipun hanya dengan melarikan diri.
2. Besar kemungkinannya jika dia menolak, dia akan melakukan apa yang diancamkan tersebut.
3.Ancaman tersebut diucapkan secara langsung, jika dia berkata: “Jika kamu tidak melakukannya, maka kamu akan saya pukul besok”, maka hal ini tidak dianggap paksaan, namun dikecualikan jika dia menyebutkan satuan waktu yang singkat sekali, atau menjadi kebiasaannya tidak menyelisihi janjinya,
4.Tidak nampak bagi orang yang diperintah adanya kesempatan memilih.
Disebutkan dalam al Badai’i ash Shanai’i fi Tartibisy Syarai’ (7/176): “Adapun syarat-syarat adanya paksaan ada dua macam: satu hal kembali kepada pemaksa, dan yang lainnya kembali kepada yang dipaksa. Adapun yang kembali kepada pemaksa; jika dia mampu menjalankan apa yang diperingatkan; karena kemadharatan tidak akan mampu dihasilkan kecuali jika ada kemampuan untuk melakukannya. Adapun yang kedua adalah kembali kepada orang yang dipaksa yang besar kemungkinannya akan terjadi, dan kalau tidak dilaksanakan maka ancaman tersebut akan diterapkan; karena dugaan yang besar dalam fikiran itu merupakan hujjah, apalagi ada kesulitan untuk sampai pada tingkat keyakinan, bahkan meskipun dugaan besar dari orang yang dipaksa bahwa pemaksa tidak akan melaksanakan ancamannya, maka hukum paksaan tidak bisa ditetapkan menurut syari’at”.
Pada kondisi yang tidak terpenuhi syarat-syarat paksaan menurut syari’at, maka talak pun dianggap sah dan istri anda telah memasuki talak satu, anda juga berhak merujuknya selama dia berada dalam masa iddah, jika talak tersebut masih talak satu atau talak dua, namun jika talak tersebut adalah talak yang ketiga maka talak tersebut sudah menjadi talak bain kubro, dan menjadi tidak halal bagi anda kecuali setelah dia menikah lagi dengan laki-laki lain terlebih dahulu, dengan pernikahan sah dan bukan sekedar pura-pura (tahlil) kemudian dia menceraikannya atau karena meninggal dunia dan masa iddahnya telah berakhir.
Perlu diperhatikan juga bahwa tidak disyaratkan pada sahnya talak harus terdaftar pada catatan penghulu atau pengadilan, sebagaimana yang telah kami jelaskan pada fatwa nomor: 169624.
Demikian juga pengucaan talak tidak harus disaksikan oleh para saksi, Imam Syaukani –rahimahullah- berkata pada masalah persaksian dalam talak: “Di antara dalil yang tidak mewajibkan adanya saksi adalah bahwa telah terjadi ijma’ atas tidak adanya persaksian dalam talak, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mauza’i pada Taisiril Bayan bahwa rujuk pun tidak jauh berbeda dengan talak, maka tidak ada kewajiban adanya persaksian pada keduanya”. (Nail Authar: 6/300)
Alloh –Ta’ala- telah menyuruh adanya persaksian pada talak dan rujuk pada firman Alloh –Ta’ala- :
( فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ ) الطلاق/2
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu”. (QS. Thalaq: 2)
Perintah dalam ayat di atas menunjukkan sunnah (tidak wajib) menurut jumhur ulama fikih. Bisa dilihat pada fatwa nomor: 119459.
Wallahu a’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait