Unduh
0 / 0
7239803/09/2014

Seorang Istri Tidak Menyukai Suaminya. Apakah Suaminya Atau Ayahnya Berhak Memaksanya Untuk Tetap Bersama Suaminya. Apa Hak-Hak Suaminya Pada Saat Dia Meninggalkan Suaminya ??

Pertanyaan: 219686

Apakah ayah dan suami saya berhak memaksa saya untuk tetap sebagai istri dari seorang lelaki yang saya tidak menginginkan dan menyukainya betapapun saya telah memberitahukan kepada keduanya bahwa saya menghendaki perceraian ?

Dan siapakah yang akan bertanggung jawab jika saya terjerumus dalam perbuatan haram sebab saya masih tetap bersama suami saya ini ? Dan apakah dibolehkan bagi seorang istri menolak keinginan suaminya ketika mengajaknya berhubungan badan karena dia tidak menerimanya sebagai seorang suami, dan kalaulah dia memenuhi ajakan suaminya dalam hal tersebut maka sesungguhnya akan mengakibatkan tekanan jiwa dan raganya ?

Dan siapakah yang akan bertanggung jawab dengan apa yang akan dilalui seorang istri dengan suami yang tak dikehendakinya ini ? Bagaimanakah hukum keengganan seorang istri yang tidak mentaati suaminya dalam kondisi semacam ini ? Apa yang patut bagi saya dalam berinteraksi dengan suami saya yang saya dipaksa untuk hidup bersamanya ?

Bolehkah saya memohon dan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar melepaskan saya dari suami saya ini, dan agar menganugrahkan kepada saya seoarang suami yang lebih baik darinya sebab apa yang saya dan anak-anak saya dapatkan darinya semenjak sembilan ( 9 ) tahun ?

Dan apakah saya dibolehkan untuk berdoa kepada Allah agar memasukkan saya ke dalam sorga dan tidak menjadikan saya hidup bersama dengan suami saya yang sekarang ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

..

Pertama :

Jika seorang istri
tidak menyukai akhlak suaminya, seperti perangainya yang kasar, emosional
dan mudah marah, atau ia tidak menyukai sosok tubuhnya, seperti memiliki
cacat, buta atau tidak sempurna panca indranya, atau ia tidak mampu
berhubungan suami istri sebagaimana yang telah diketahui, maka istri boleh
menuntut khulu.
Hal
ini telah disebutkan penjelasannya dalam fatwa no.

1859.

Kedua :

Seorang ayah tidak
berhak memaksa putrinya agar tetap bersama dengan suami yang tidak
diinginkannya.
Demikian
pula suami –dalam pendapat yang shahih- tidak dibolehkan mencegah istrinya
yang menuntut khulu.
Apabila
suami menolak khulu,
maka
dibolehkan bagi penguasa yang berkompeten untuk memaksanya agar dikabulkan
tuntutan khulu’nya.
Hal
tersebut telah dijelaskan dalam fatwa no.

152402.

Ketiga :

Tidak dibolehkan
bagi seoarang istri selama dia masih sah sebagai istri menolak ajakan
suaminya untuk melayaninya meskipun saat itu dia membencinya. Karena
dominasi kepemilikannya atas diri istrinya ditetapkan secara benar dalam
syari’at agama.
Maka
tidak dibolehkan bagi seorang istri menolak ajakan suaminya. Akan tetapi
apabila dia membenci suaminya dan enggan berhubungan suami-istri dengannya,
maka syari’at Islam telah mengatur yang demikian dengan memberikan solusi
bijak berupa khulu.
Hendaklah
istri segera mengajukan permintaan khulu kepada suaminya.
Terkait
keengganan istri dalam melayani suaminya di tempat tidur karena dia tidak
menyukai sebagian tingkah laku suaminya,
dianjurkan agar merujuk kepada fatwa no 118326.

Demikian
pula tidak diperkenankan bagi istri selama dia masih menjadi istri yang sah
menolak untuk mentaati suaminya dalam hal kebaikan, karena yang demikian itu
merupakan kewajiban istri terhadap suaminya dan hak suami atas istrinya.

Penjelasan
dari yang demikian ini terdapat dalam fatwa nomer : (
10680
).

Keempat :

Dibolehkan bagi
anda mendoakan suami anda yang telah menzalimi anda agar Allah menggantikan
suami anda yang lebih baik darinya.
Terkait
hukum do’a istri atas suaminya telah dijelaskan dalam fatwa no.

139410.
Akan
tetapi yang lebih penting dan lebih utama adalah mendoakannya agar
senantiasa dikaruniai Hidayah dan Taufiq dan kebaikan prilakunya.

Kelima :

Adapun terkait
kekhususan perkara akhirat dan kehidupan setelah memasuki surga maka anda
tidak akan disibukkan lagi dengannya.
Karena
jika anda tetap menjadi istrinya hingga maut menjemput, dan Allah memberikan
karunia kepada kalian berdua dengan masuk surga, maka sesungguhnya di dalam
surga tidak ada lagi dengki dan perasaan saling benci, karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan mencabut semua perasaan dengki dan saling membenci
dari hati-hati para penghuni surga, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَنَزَعْنَا

مَا

فِي

صُدُورِهِمْ

مِنْ

غِلٍّ

تَجْرِي

مِنْ

تَحْتِهِمُ

الْأَنْهَارُ

وَقَالُوا

الْحَمْدُ

لِلَّهِ

الَّذِي

هَدَانَا

لِهَذَا

وَمَا

كُنَّا

لِنَهْتَدِيَ

لَوْلَا

أَنْ

هَدَانَا

اللَّهُ
(سورة
الأعراف: 43)

“Dan Kami cabut
segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah
mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah
menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat
petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.”
(QS
Al A’raf : 43)

Dalam Tafsir Al
Baghawi,
3/229tentang
penafsiran ayat:

(وَنَزَعْنَا

مَا

فِي

صُدُورِهِمْ

مِنْ

غِلٍّ)

“Dan Kami cabut
segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka”

“Yaitu
(tidak ada)
semua bentuk
penipuan dan
pemusuhan di antara mereka yang terjadi di dunia, dan kami
jadikan mereka semua bersaudara di atas landasan saling berbagi kebahagiaan
yang tidak ada hasad di antara mereka terhadap sesuatu yang Allah khususkan
pembagiannya kepada sebagian dari mereka.”

Keenam :

Kebencian terhadap
suami dan sikap apatis kepadanya tidak kemudian membolehkan seorang istri
melanggar batas-batas aturan Allah, apalagi terjerumus ke dalam prilaku yang
haram. Jika
istri melakukannya maka dosanya dibebankan kepadanya dan  menjadi tanggung
jawabnya, Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا

تَكْسِبُ

كُلُّ

نَفْسٍ

إِلَّا

عَلَيْهَا
(سورة
الأنعام:
164)

“Dan tidaklah
seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri;
dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS Al An’am:
164)

Dijelaskan dalam
Tafsir Al Qurthubi, 7/156, “Tidak akan dihisab dosa, kesalahan dan
kemaksiatan kecuali dari pelakunya sendiri.”

Disebutkan dalam
Tafsir Al Alusi, 4/312: “Sesungguhnya setiap jiwa akan menanggung beban dosa
dan kesalahan yang telah diperbuatnya, dan bukan orang lain yang akan
menanggunya.”

Akan tetapi,
hendaknya anda tidak membenturkan diri anda dengan kondisi seperti itu.
Ketika anda merasa lemah dan tidak memungkinkan hidup bersamanya serta
memenuhi hak-haknya, maka mintalah khulu’ kepadanya dan jangan lagi tinggal
bersamanya. Hendaknya
anda mencari mediator dari kalangan orang yang baik, cerdas dan bijaksana
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Tidak
jadi masalah apabila anda
mengadukan
problematika anda tersebut kepada hakim.

Allah Ta’ala
berfirman:

وَإِنْ

يَتَفَرَّقَا

يُغْنِ

اللَّهُ

كُلًّا

مِنْ

سَعَتِهِ

وَكَانَ

اللَّهُ

وَاسِعًا

حَكِيمًا
(سورة
النساء:
130)

“Jika
keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing
dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha Bijaksana.”
(QS
An Nisaa: 130)

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

answer

Tema-tema Terkait

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android